Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Reaksi Israel dan Potensi Blunder Geopolitik Amerika

Kompas.com - 16/10/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pun bertambahnya fokus Amerika Serikat, dari Ukraina ke Israel, akan membuat cengkeraman Amerika Serikat di Asia Pasifik semakin melemah dan berpeluang teralihkan secara perlahan.

Tentu kondisi tersebut menjadi berita gembira bagi China yang sudah sejak satu dekade lalu semakin agresif membangun kekuatan militer di kawasan Asia Pasifik.

Kekuatan yang menopang dominasi Amerika Serikat di Asia Pasifik akan ikut semakin terkuras oleh urusan Israel. Apalagi, di sisi lain China justru tidak hanya semakin agresif secara militer, tapi juga secara ekonomi di Asia.

Proyek-proyek Silk Road (jalur sultra) China di Asia semakin menekan pengaruh ekonomi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik.

Lebih dari itu, di Timur Tengah reputasi Amerika Serikat akan semakin rontok, setali tiga uang dengan yang dialami oleh Israel, karena segala bantuan militer dan finansial yang diberikan oleh Amerika Serikat justru digunakan oleh Israel untuk menduduki Gaza, yang justru ditolak oleh negara-negara anggota Liga Arab.

Di sisi lain, Iran akan semakin dilirik oleh negara-negara Arab sebagai salah satu faktor kunci untuk menghadirkan stabilitas di Timur Tengah.

Sebagaimana disebutkan di atas, akibat aksi militer Israel di Gaza, Arab Saudi akhirnya lebih memprioritaskan perbaikan relasi diplomatik dengan Iran dan Suriah ketimbang dengan Israel.

Dan sudah bukan rahasia lagi bahwa "peace broker" antara ketiga negara tersebut adalah China dan Rusia, bukan Amerika Serikat.

Artinya, ke depan, stabilitas Timur Tengah akan jauh lebih bergantung kepada China dan Rusia, ketimbang Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Pun tak berbeda dengan Asia Pasifik, cengkeraman ekonomi China juga semakin kuat di Timur Tengah. China menggelontorkan miliaran dollar untuk menopang proyek-proyek strategis para autokrat Timur Tengah untuk memuluskan kepastian pasokan migas ke China.

Di sinilah paradoksnya nanti. Bahwa di satu sisi reaktivasi keterlibatan Amerika Serikat di Timur Tengah via Israel justru bergerak berlawanan dengan delegitimasi dan penurunan pengaruh Amerika Serikat di sana karena peningkatan sentimen anti-Israel akan berbanding lurus dengan peningkatan sentimen anti-Amerika.

Sementara di sisi lain, stabilitas Timur Tengah akan semakin jauh dari harapan di satu sisi dan ancaman teror di seluruh dunia akan semakin meningkat di sisi lain.

Pendudukan Gaza oleh Israel potensial pula akan mereaktivasi banyak faksi dan sel terorisme di seluruh dunia, yang sewaktu-waktu akan meledak di tempat dan waktu yang semakin tak terprediksi.

Sebagaimana pengalaman terdahulu, sel-sel terorisme tersebut sebagian besar untuk Asia ada di Indonesia dan Malaysia. Artinya, tingkat karawanan nasional kita atas terorisme akan semakin meningkat.

Bahkan sebelum konflik ini bermula, kepolisian Indonesia sudah sangat sering melakukan penangkapan sel-sel teroris, yang sebagian lokasinya justru tidak jauh dari Jakarta atau kota besar lainnya.

Artinya, kewaspadaan nasional harus ikut ditingkatkan. Bukan saja dari potensi demonstrasi anti-Israel yang diperkirakan akan sering terjadi pada hari-hari mendatang, tapi juga potensi ledakan bom sporadis di lokasi-lokasi strategis yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional apalagi menjelang pemilihan umum nanti.

Terakhir, lagi-lagi situasi-situasi di atas akan menjadi kekalahan geopolitik bagi Israel, Amerika Serikat, G7, dan sistem ekonomi politik demokratis, seiring dengan semakin matangnya reputasi China, Rusia, dan BRICS Plus sebagai alternatif sistem ekonomi politik bagi negara-negara yang sedang mencari sandaran ideologi dan geopolitik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Global
Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

Global
Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Global
Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Global
[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Global
Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com