Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Pengungsi Ukraina Terkatung-katung di Belanda

Kompas.com - 21/09/2023, 15:53 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Teri Schulz/DW Indonesia

AMSTERDAM, KOMPAS.com - Mariam Adeshoga tiba di Kyiv tahun 2019, dan berharap bisa meniti karier yang lebih baik sebagai seorang programmer komputer perempuan daripada di negara asalnya, Nigeria. Perempuan berusia 30 tahun itu mendapat visa studi untuk mengejar gelar masternya.

"Saat saya sampai di sana, saya terpesona dengan orang-orangnya, dan lingkungannya yang tenang serta asri,” kenang Adeshoga sambil tersenyum. "Jadi saya berpikir, oke, saya bisa membangun hidup saya dan melanjutkan masa depan saya di sana."

Dia tinggal bersama mahasiswa Ukraina, mempelajari bahasa dan budayanya, serta berupaya mewujudkan mimpinya untuk menginspirasi remaja perempuan lainnya mendalami bidang pemrograman komputer. Dia mendapat banyak teman dan merasa betah di Kyiv.

Baca juga: Rusia Negara yang Tampung Pengungsi Ukraina Terbanyak

"Saya tidak pernah berencana meninggalkan Ukraina,” katanya kepada DW. "Ukraina terasa sangat aman bagi saya.”

Namun kemudian, katanya, "semuanya lenyap” ketika Rusia melancarkan perang melawan Ukraina pada 24 Februari 2022.

Seperti rekan-rekannya dari Ukraina, Adeshoga lari mencari perlindungan di tempat perlindungan bom.

Setelah beberapa hari dalam ketakutan, dia mencari keselamatan melintasi perbatasan ke Polandia.

Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke Belanda, dan berakhir di Amsterdam, di sebuah kabin kecil di atas hotel terapung yang dimaksudkan untuk akomodasi jangka pendek.

Adeshoga tiba pada 2 Maret 2022, kebetulan hari itu Uni Eropa memutuskan untuk mengaktifkan Petunjuk Perlindungan Sementara dari tahun 2001 untuk pertama kalinya, guna membantu dengan cepat mereka yang melarikan diri dari perang di Ukraina tanpa memaksa mereka melalui proses permohonan suaka.

Pemerintah Belanda memberlakukan aturan yang paling liberal, dengan menyambut semua orang yang lari dari Ukraina tanpa memandang paspor mereka.

Hingga saat ini, Adeshoga menerima paket bantuan yang sama dengan sebagian besar warga negara dan penduduk tetap Ukraina, termasuk perumahan, perawatan kesehatan, tunjangan hidup dan akses terhadap pendidikan.

Baca juga: Imbas Perang Ukraina, Jumlah Pengungsi Global Alami Kenaikan Terbesar

Perubahan politik dan proses bantuan

Namun, awal tahun 2023, Pemerintah Belanda memutuskan bahwa sekitar 3.000 orang yang tidak memiliki hak tinggal permanen di Ukraina harus meninggalkan Belanda, dan mengakhiri semua hak dan tunjangan mulai 4 September.

Salah satu dari mereka yang terkena dampak, dia memilih untuk tidak disebutkan namanya, membagikan surat yang dia terima dari Wali Kota Haarlem, yang menuntut dia meninggalkan akomodasi yang disponsori negara pada tengah malam tanggal 4 September.

"Jika Anda tidak meninggalkan tempat penampungan tepat waktu, pemerintah kota dapat mengambil langkah untuk memaksa keberangkatan Anda… (dan) meminta Anda bertanggung jawab atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan hal tersebut,” demikian isi surat tersebut.

"Jika Anda tidak tinggal secara sah di Belanda, Anda harus meninggalkan negara ini dan tidak lagi diizinkan bekerja di sini."

Sehubungan dengan keputusan tersebut, Pemerintah Belanda menawarkan dana 5.000 euro (Rp 81,84 juta) kepada mereka yang mau pergi atas kemauan sendiri.

Syaratnya, mereka perlu membuat surat pernyataan bahwa hidup mereka akan terancam jika mereka dipulangkan ke negara asal mereka.

Dalam keputusannya, Dinas Imigrasi dan Naturalisasi Belanda IND, bagian dari Kementerian Kehakiman dan Keamanan Belanda, mengatakan sistem warga negara ketiga yang datang ke Belanda berdasarkan arahan Uni Eropa telah "disalahgunakan.”

"Sangat penting bagi kami untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang yang tidak aman di negaranya sendiri,” kata Menteri Migrasi Eric van der Burg.

"Pada saat yang sama, kami tidak ingin membebani pemerintah kota secara berlebihan.”

Baca juga: Pengungsi Ukraina Menang Lotre Rp 8 Miliar di Belgia

Aksi protes di belanda menuntut perpanjangan perlindungan untuk pengungsi dari Ukraina.DERDELAENDERS.ORG via DW INDONESIA Aksi protes di belanda menuntut perpanjangan perlindungan untuk pengungsi dari Ukraina.
Menggugat ke pengadilan, menggelar protes dan petisi

Banyak warga negara ketiga yang mengajukan banding atas perintah tersebut mengajukan gugatan ke pengadila, dan menggelar protes. Menteri Erici van der Burg akhirnya setuju untuk menangguhkan berakhirnya tunjangan dan izin tinggal.

Lotte Van Diepen bersama Pengacara Imigrasi Everaert di Amsterdam mewakili beberapa warga negara ketiga, termasuk Mariam Adeshoga, yang menuntut hak untuk tetap tinggal di Belanda.

Lotte van Diepen yakin orang-orang yang awalnya tercakup dalam peraturan tersebut tetap memiliki hak hukum untuk tetap tinggal, jika mereka tidak melanggar hukum Belanda atau ketentuan lain dalam mekanisme perlindungan tersebut.

Salah satu argumen Van Diepen adalah karena Dewan Eropa, yang terdiri dari para kepala negara dan pemerintahan negara-negara UE, mengaktifkan Petunjuk Perlindungan Sementara, oleh karena itu, penghapusan hak-hak tersebut juga harus melalui keputusan Dewan Eropa.

"Bukan kewenangan menteri untuk memutuskan kapan berakhirnya. Ada ketentuan dalam arahan yang mengatur skenario mana perlindungan sementara bisa berakhir,” jelasnya.

"Klien saya bekerja atau belajar. Mereka mulai membangun kehidupan di sini dengan anggapan bahwa mereka diizinkan untuk tinggal di sini selama Petunjuk Perlindungan Sementara diterapkan."

Kini para pengacara dan simpatisan turut mengorganisir demonstrasi, mempromosikan petisi online dan meminta pemerintah mengevaluasi kembali keputusannya.

Mariam Adeshoga mengatakan bahwa dia hanya berusaha untuk tetap fokus pada mimpinya, bahwa suatu hari nanti dia dapat melakukan hal-hal yang baik, dan menginspirasi lebih banyak perempuan untuk menjadi pemrogram komputer di negara mana pun mereka berada.

Baca juga: In The Rearview, Dokumenter Pengungsi Perang Ukraina yang Diputar di Cannes

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Terkatung-katung, Nasib Pengungsi dari Ukraina di Belanda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Global
Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Global
Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

Global
Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Global
Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Global
[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com