PERDANA Menteri (PM) Jepang, Fumio Kishida, berjabat tangan dengan PM India, Narendra Modi, di Gedung Hyderabad di New Delhi, India pada 20 Maret 2023. Saat itu, PM Kishida menyebut rencana kucuran investasi senilai 75 miliar dollar AS dari Jepang ke zona Indo-Pasifik (Adnan Abidi, 2023).
Target Jepang ialah sektor industri hingga cegah-bencana di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Skala waktunya mulai tahun 2030.
Kishia mengajukan proposal empat pilar strategis di zona Indo-Pasifik kepada PM Modi, yakni perdamaian, kerja sama antar-negara, konektivitas global melalui berbagai platform, dan jaminan keamanan angkasa dan laut-lautan terbuka.
Kishida juga menyebut latihan keamanan maritim Jepang-India-Amerika Serikat (AS) dan ASEAN serta Kepulauan Pasifik. Negara-negara Quad (India, Jepang, AS, dan Australia) menggelar latihan-smulasi perang laut tahunan Malabar 2023 di Australia.
Baca juga: Geostrategi Indonesia Menghadapi Hegemoni di Kawasan Indo-Pasifik
Pada 12 Mei 2023 di Jakarta, Kepala Staf Angkatan Darat (AD) AS, James McConville, bertemu Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto. Saat itu, ada jabat tangan dan tukar cinderamata (Dita Alangkara, 2023). KSAD AS McConville menyebut perdamaian, keamanan, dan sabilitas zona Indo-Pasifik, khususnya zona Indo-Pasifik bebas dan terbuka.
Sesuai amanat alinea empat Pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki tugas-tugas konstitusional antara lain ikut-serta menciptakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Maka konfrontasi dan konflik bukanlah pilihan.
Indonesia perlu bersikap netral di tengah rivalitas berbagai negara dan kekuatan besar di Indo-Pasifik. Perdamaian dan stabilitas kawasan adalah nilai-tukar tiap negara Indo-Pasifik.
Zona Indo-Pasifik terbentang dari India hingga Jepang. Semula sebutan Indo-Pasifik lebih merujuk kepada karakter alam zona ini khususnya kepulauan dan kekayaan biota laut atau terumbu karang.
Namun, awal abad 21, label Indo-Pasifik lebih populer sebagai istilah politik, antara lain strategi Indo-Psifik AS sejak era Presiden AS Donald Trump tentang “Free and Open Indo-Pacific” (FOIP) pada KTT negara-negara APEC di Hanoi tahun 2017 (The White House, 2017).
Konsep ini ditafsir oleh Tiongkok sebagai upaya AS meredam atau kontrol terhadap operasi lingkungan strategis Tiongkok di zona Asia-Pasifik (Huaxia, 2023).
Pada awal Juli 2023, untuk pertama kalinya Jerman siap mengirim pasukan ke Australia. Pers dunia menyebut langkah Jerman itu sebagai peralihan fokus Jerman ke Indo-Pasifik sejak awal abad 21.
Pasukan Jerman bakal ikut dalam latihan bersama 12 negara melibatkan 30 ribu personel militer.
Senin 10 Juli 2023 di Berlin (Jerman), KSAD Jerman Alfons Mais menyebut langkah Jerman sebagai pilihan di era global dengan tren kuat ke arah multi-polar, bukan bipolar seperti era Perang Dingin antara blok AS vs blok Uni Soviet (S Siebold, 2023).
Baca juga: Peluang dan Tantangan Indonesia-Quad Membangun Kolaborasi Strategis
Kepentingan ekonomi adalah faktor utama bagi Jerman. Misalnya, Tiongkok adalah mitra utama dagang Jerman di zona Asia. Sekitar 40 persen perdagangan luar negeri Uni Eropa melalui Laut China Selatan, zona sangketa teritorial di Indo-Pasifik, akibat klaim tumpang-tindih sejumlah negara. Jerman juga melihat potensi kemitraan dengan Jepang.
Tahun 2021, kapal perang Jerman berlayar ke zona ini. Tahun 2022, Jerman mengirim 13 pesawat tempur ikut latihan di Australia. Kini Jerman mengirim 240 personel—140 pasukan terjung payung dan 40 marinir, ikut latihan Talisman Sabre 22 Juli-4 Agustus 2023 di Australia. Ini latihan militer sekali dua tahun antara AS-Australia, selain Jepang, Korea Selatan, Inggris, dan Prancis.
Awal Juni 2023 di sela-sela Dialog Shangri-La IISS ke-20 di Singapura, Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, merilis rencana Jerman ke pers. Arah Jerman ialah menjaga ketertiban dunia berdasarkan tanda-tangan kesepakatan internasional, misalnya zona Mediterania, Teluk Benggala, atau Laut China Selatan (Siebold, 2023).
Ini alasan Jerman mengirim kapal fregat dan kapal lainnya tahun 2021 ke Laut China Selatan. Maka tahun 2024, Jerman siap mengirim fregat dan kapal lainnya ke zona ini guna menjaga ketertiban dunia dan perlindungan jalur maritim utama global.
Dinamika lingkungan strategis Indo-Pasifik terutama dipicu oleh arus pergeseran titik pusat gravitasi ekonomi dunia (berdasarkan daya-beli) dari zona Atlantik ke zona Indo-Pasifik. Awal tahun 1990-an, negara-negara Asia Timur dilabel ‘Macan Asia’.
Sebab ekonomi tumbuh sangat pesat. Bank Dunia (1994) menyebutnya: Keajaiban Asia (Asian Miracle). Ketika krisis keuangan melanda kawasan Asia akhir 1990-an, ‘keajaiban Asia’ terlupakan.
Di sisi lain, sejak paruhan 1980-an pusat gravitasi ekonomi dunia sebetulnya telah bergeser dari Atlantik (AS dan Eropa Barat) ke arah Asia dengan kecepatan kira-kira 100 km per tahun. Begitu hasil kajian Quah (2011).
Arahnya ialah zona antara India-Tiongkok tahun 2025. Kajian Alwyn Young (1995), Paul Robin Krugman (1994), dan Jay Kaplan (1999) tidak terbukti. Misalnya, Keajaiban Asia masa itu cuma dianggap ‘tirani angka’ atau permainan statistika. Krugman (1994) menyebut tren itu cuma mitos atau residu pertumbuhan sosial-ekonomi, sebab tidak ada lonjakan total faktor produksi dan akumulasi kapital.
Tiongkok memanfaatkan nilai strategis dari pergeseran pusat gravitasi ekonomi dunia melalui rilis program Yi dai yi lu atau One Belt, One Road (OBOR) tahun 2013. Presiden Tiongkok Xi Jinping merilis rencana Tiongkok itu mula-mula di Kazakhstan dan Indonesia pada Oktober 2013.
OBOR akhirnya mengubah peta mental geo-ekonomi-politik kawasan Asia-Pasifik. OBOR membentuk sabuk Erasia (Eropa-Asia) yang disebut sebagai zona jantung geopolitik global sejak dulu.
OBOR merajut koneksivitas kelembagaan, dagang, keuangan, dan orang-per-orang di Eropa-Asia. Masyarakat global tersambung melalui darat-laut-siber dalam program OBOR.
Yi dai yi lu merajut proyek-proyek konektivitas-jaringan kerja hingga arus barang, jasa, uang, dan manusia skala global. Prakarsa dan program OBOR merevitalisasi jalur sutera abad 14 M saat Tiongkok menjadi negara adidaya di Asia.
OBOR Tiongkok bergesekan dengan kepentingan dan strategi Indo-Pasifik AS. “The United States has long recognized the Indo-Pacific as vital to our security and prosperity,” ungkap Presiden AS Joe Biden pada KTT Quad 24 September tahun 2021 (White House, 2021).
Wilayah Indo-Pasifik dari garis pantai Pasifik hingga Lautan India dihuni oleh lebih dari separuh penduduk dunia sebanyak delapan miliar jiwa saat ini.
Zona Indo-Pasifik menyerap 2/3 ekonomi dunia dan tujuh dari kekuatan militer negara terkuat. Jumlah militer AS jauh lebih banyak di basis zona ini. Indo-Pasifik mendukung kira-kira lebih dari tiga juta lapangan kerja di AS dan sumber investasi langsung sebesar 900 miliar dollar AS di negara AS.
Maka, AS tetap menjaga soliditas sekutunya seperti Jepang, Australia, Korea Selatan, Thailand, dan Filipina di zona ini.
Awal abad 20 M, ahli geopolitik asal Jerman Profesor Ernst Haushofer (27 Agustus 1869 – 10 Maret 1946) mula-mula menyebut era Indo-Pasifik. Saat itu Jenderal Haushofer melihat bahwa zona Indo-Pasifik mulai memunculkan dinamika-dinamika arus baru skala global.
Visi itu ia kemukakan melalui karyanya antara lain Geopolitics of the Pacific Ocean (1924), Building Blocks of Geopolitics (1928), Geopolitics of Pan-Ideas (1931), dan German Cultural Politics in the Indo-Pacific Space (1939).
Unsur sangat bernilai dari penglihatan Haushofer ialah integrasi Lautan Pasifik dan Lautan India melalui biologi kelautan, oseanografi, etnografi, dan filologi historis. Pilihannya, menurut Haushofer, ialah rajut aliansi kekuatan-kekuatan anti-penjajahan di India dan Republik Tiongkok ke dalam sekutu Jerman, mengimbangi dominasi maritim dari Inggris, AS, dan negara-negara Barat (Li Hansong, 2021) khususnya di Atlantik.
Kini awal abad 21, Indonesia dapat merajut ketertiban dan perdamaian di Indo-Pasifik melalui nilai-nilai alam tersebut di atas. Alasannya, zona Indonesia berada di antara Australia-Asia dan Lautan Pasifik-India.
Zona Indonesia sangat kaya sumber daya alam. Pilihan strategisnya ialah tidak pisahkan rakyat dari tanah-air. Itu inti negara-bangsa yang menghasilkan nilai alam sangat strategis guna meraih keunggulan dari dinamika lingkungan stragis Indo-Pasifik kini dan ke depan.
Kita perlu belajar dari sejarah bahwa penjajahan itu selalu bermula dari dagang-ekonomi seperti serikat dagang VOC. Akhirnya VOC mecamplok tanah rakyat dan monopoli perdagangan sumber-sumber daya alam dari Nusantara. Ini perlu dicegah sejak dini, saat ini dan ke masa-masa datang.
Kita baca kajian dan pesan Sam Ratulangi (1890-1949) pada buku setebal 151 halaman berjudul Indonesia in den Pacific kernproblemen van den Aziatischen Pacific tahun 1937. Menurut Ratulangi (1982), Indonesia bersifat pasif di zona Indo-Pasifik dengan hanya menjadi (a) zona bagi konsumen produk asing; (b) zona kaya sumber bahan mentah, dan (c) zona penanaman modal asing.
Kini awal abad 21, nilai strategis Indo-Pasifik muncul lagi. Kita baca “Confluence of the Two Seas” atau titik temu dan tumpuan dua lautan dari judul pidato Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (21 September 1954 – 8 Juli 2022) di Gedung Central Hall Majelis Tertinggi (Parlemen) India pada Kamis 22 Agustus 2007.
“We are now at a point at which the Confluence of the Two Seas is coming into being,” papar Perdana Menteri Shinzo Abe.
Kini, sejarah, dan geografi dunia membawa kita tepat pada titik temu dua lautan yakni Lautan Pasifik dan Lautan India. Begitu penglihatan Abe. Jantung titik itu ialah zona Indonesia.
Shinzo Abe juga mengutip judul buku ke-5 karya Dara Shikoh (11 Maret 1615 – 30 Agustus 1659) Majma-ul-Bahrain atau Titik Temu Dua Lautan tahun 1655. Edisi Hindi buku ini berjudul Samudra Sangam Grantha. Buku ini mengurai titik temu atau harmoni filosofi Sufi dan Vedanta. Dara Shinok adalah putra sulung Kaisar Mughal Shah Jahan asal Ajmer, Rajasthan (Thackeray, 2012:240; Eraly, 2004:336).
“The Pacific and the Indian Oceans are now bringing about a dynamic coupling as seas of freedom and of prosperity,”papar Perdana Menteri Shinzo Abe (2007). Titik temu Lautan India dan Lautan Pasifik kini adalah momentum kelahiran ‘lautan kemerdekaan’ dan ‘lautan kemakmuran’ pada zona Asia lebih luas yang menembus sekat-sekat geografis.
Abe melihat titik temu dua samudera itu dengan label “the Arc of Freedom and Prosperity” atau suatu busur kemerdekaan dan kemakmuran sepanjang tepi luar benua Eurasia. Jalur arteri busur itu, menurut Shinzo Abe ialah Jepang, India, Australia, dan Amerika Serikat, tanpa menyebut ASEAN dan Indonesia.
Tentu ini tantangan bagi Indonesia kini dan ke depan; maka Indonesia perlu mengontrol nilai-nilai keunggulan alam Nusantara guna menghasilkan ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial pada level kawasan, dan kesejahteraan atau kecerdasan bagi bangsa kita.
Jika melihat posisi strategis dan sumber daya alam Indonesia, mestinya kita dapat menjadi bangsa jaya, adil, dan makmur, ketika pusat gravitasi sosial-ekonomi bergerak ke arah wilayah negara kita. Analis pasar global John Kemp (2020) merilis kajian bahwa zona Indo-Pasifik menjadi pusat gravitasi sosial-ekonomi selama minimal 50 tahun ke depan.
Tiongkok misalnya menurut data IATA (2020) mengisi 4 persen perputaran ekonomi global tahun 2002 dan sekitar 16 persen tahun 2018. Maka Tiongkok menjadi sumber kemakmuran dan zona pasar bagi banyak negara.
Kini tiba saatnya, para pemimpin bangsa dan rakyat Indonesia memanfaatkan posisi strategis dan kekayaan sumber alam pada era Indo-Pasifik saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.