JENEWA, KOMPAS.com - Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah meloloskan sebuah resolusi kontroversial yang mendesak negara-negara untuk menangani, mencegah, dan menuntut tindakan serta advokasi kebencian agama, setelah insiden pembakaran Al Quran di Swedia.
Resolusi ini ditentang keras oleh AS, Uni Eropa, dan negara-negara Barat lainnya.
Mereka berpendapat, resolusi ini bertentangan dengan undang-undang kebebasan berbicara.
Sebagaimana diberitakan The Guardian, resolusi tersebut disahkan pada Rabu (12/7/2023), dengan 28 negara memberikan suara setuju, 12 negara memilih menolak, dan tujuh negara abstain.
Baca juga: RI Kecam Pembakaran Al Quran di Swedia, Putin: Ini Termasuk Kejahatan di Rusia
Pada bulan lalu, seorang pengunjuk rasa kelahiran Irak menimbulkan kemarahan publik setelah merobek halaman-halaman Al Quran di Swedia.
Dia lalu menyeka sepatunya dengan beberapa halaman kitab suci umat Islam tersebut dan membakar beberapa halaman lainnya di luar sebuah masjid di Stockholm pada hari raya Idul Adha.
Imbasnya, Kedutaan Besar Swedia di Baghdad sempat diserbu dan Iran menunda pengiriman duta besar baru ke Stockholm.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pun mengutuk pihak berwenang Swedia serta meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa untuk memperdebatkan masalah tersebut.
Turkiye juga mengungkapkan kemarahannya.
Beberapa protes serupa sebelumnya terjadi di Stockholm dan Malmö.
Polisi Swedia telah menerima lebih banyak permohonan dari orang-orang yang ingin membakar teks-teks keagamaan, termasuk Al Quran, Alkitab, dan Taurat.
Berbicara di hadapan dewan PBB pekan lalu, Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari mengatakan, tindakan-tindakan seperti itu merupakan hasutan kebencian, diskriminasi, dan kekerasan agama.
Para menteri dari Iran, Arab Saudi, dan Indonesia juga menyuarakan hal yang sama.
Baca juga: Swedia Curiga Ada Aktor Asing Di Balik Kerusuhan Terkait Pembakaran Al Quran
Meskipun mengutuk keras pembakaran tersebut, negara-negara Barat membela kebebasan berbicara.
Utusan Jerman menyebutnya sebagai provokasi yang mengerikan. Namun, dia mengatakan bahwa kebebasan berbicara juga berarti mendengarkan pendapat yang mungkin hampir tak tertahankan.
Utusan Perancis mengatakan, hak asasi manusia adalah tentang melindungi manusia, bukan agama dan simbol.
Setelah pemungutan suara atas resolusi tersebut, utusan AS untuk Dewan HAM PBB, Michèle Taylor, mengatakan dengan lebih banyak waktu dan diskusi terbuka, sebuah konsensus dapat dicapai.
"Sayangnya, keprihatinan kami tidak ditanggapi dengan serius," katanya.
"Saya benar-benar patah hati karena dewan ini tidak dapat berbicara dengan suara bulat hari ini dalam mengutuk apa yang kita semua sepakati sebagai tindakan tercela atas kebencian anti-Muslim, sekaligus menghormati kebebasan berekspresi," tambahnya.
Utusan Pakistan untuk PBB di Jenewa, Khalil Hashmi, mengatakan resolusi tersebut tidak bertujuan untuk membatasi kebebasan berbicara, melainkan untuk mencapai keseimbangan.
"Sangat disesalkan, beberapa negara telah memilih untuk melepaskan tanggung jawab mereka untuk mencegah dan melawan momok kebencian agama," katanya.
"Sebuah pesan telah dikirim kepada miliaran orang yang memiliki keyakinan di seluruh dunia bahwa komitmen mereka untuk mencegah kebencian agama hanyalah basa-basi. Penentangan dari beberapa orang di ruangan itu berasal dari keengganan mereka untuk mengutuk penodaan publik terhadap Al Quran. Mereka tidak memiliki keberanian politik, hukum dan moral," tambahnya.
Baca juga: Swedia Tangkap 26 Orang Setelah Bentrokan Terkait Pembakaran Al Quran
Resolusi tersebut mengutuk semua manifestasi kebencian agama termasuk tindakan penodaan Al Quran di depan umum dan terencana, serta mendesak agar mereka yang melakukan dimintai pertanggungjawaban.
Beberapa komentator liberal di Swedia berpendapat bahwa protes-protes tersebut harus dianggap sebagai ujaran kebencian, yang dilarang jika ditujukan kepada etnis atau ras tertentu.
Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa mengkritik agama harus diizinkan dan bahwa Swedia harus menolak tekanan untuk memberlakukan kembali undang-undang penistaan agama.
Polisi Swedia sebelumnya telah mencoba untuk melarang protes pembakaran Al Quran, tetapi ditolak oleh pengadilan dengan alasan kebebasan berbicara.
Bulan lalu, aksi tersebut diizinkan dengan alasan bahwa risiko keamanan tidak cukup kuat untuk membenarkan keputusan untuk menolak permintaan protes di bawah hukum yang berlaku.
Pemerintah Swedia mengeluarkan pernyataan setelahnya.
Mereka menyatakan menolak keras tindakan Islamofobia itu yang sama sekali tidak mencerminkan pendapat mereka.
Namun, hal tersebut menuai kritik keras dari para pendukung kebebasan berbicara yang menyatakan bahwa individu yang melakukan protes tersebut tetap berada dalam batas-batas hukum dan menggunakan kebebasan berekspresi sesuai dengan konstitusi.
Para pejabat di Stockholm khawatir situasi ini akan meningkat seperti kontroversi penerbitan karikatur Nabi Muhammad oleh sebuah surat kabar Denmark pada tahun 2005.
Baca juga: Rasmus Paludan, Pelaku Pembakaran Al Quran di Swedia, Pemimpin Partai Stram Kurs
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.