Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah di Jepang Banyak yang Tutup, Kini Jadi Akuarium, Pabrik Sake, atau Hostel

Kompas.com - 24/06/2023, 23:13 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Di bangunan sekolah tua itu, dia menaruh koleksi pribadinya secara permanen berupa lebih dari 200 karya seniman kontemporer Perancis Gerard Di-Maccio, serta 150 lukisan karya Rene Lalique (1860-1945).

Di Kikuchi, Kummatomo yang dihuni oleh 46.000 penduduk, SD Suigen yang berusia 137 tahun kini menjadi pabrik pembuatan sake Bishones.

Dari luar, bangunannya masih terlihat seperti sekolah, namun di dalamnya sama sekali tidak.

Steamer dan alat pendingin telah terpasang di ruang yang dulunya merupakan kafetaria, di mana beras--bahan dasar sake--dikukus di dalam tangki yang disebut koshiki.

Kantor kepala sekolah dan ruang perawat, yang dinding dan langit-langitnya dilapisi kayu cedar, kini berfungsi sebagai ruang untuk fermentasi menggunakan koji (enzim jamur), sedangkan tangki besarnya dipasang di ruang guru.

Jalur pengisian dan pelabelan tampak di sepanjang lorong.

Baca juga: Jepang Setujui Pil Aborsi untuk Gugurkan Kehamilan Tahap Awal

Menurut perusahaan pembuat sake ini, struktur gedung sekolah yang unik dengan deretan ruang kelas, membantu dalam meningkatkan proses pembuatan minuman.

“Karyawannya berasal dari Kukichi, dan semua bahan bakunya seperti air dan beras juga berasal dari daerah tersebut,” kata perusahaan itu, menjelaskan relasi yang mereka jalin dengan masyarakat lokal.

Transformasi lain terjadi di desa nelayan Muroto, Kochi, yang separuh dari 13.000 penduduknya telah berusia di atas 65 tahun.

Di sana, sebuah sekolah dasar yang ditutup 17 tahun lalu telah diubah menjadi akuarium yang menarik wistawan untuk datang ke wilayah ini.

Anda akan menemukan hiu martil dan kura-kura berenang di kolam sepanjang 25 meter. Selain itu, 1.000 hewan laut dari 50 spesies dipamerkan di akurium bertema di berbagai ruang kelas.

Di Nishiizu, Shizuoka, gedung sekolah yang ditutup setelah digunakan selama 65 tahun telah diubah menjadi hostel.

Sekolah itu memiliki 241 siswa pada 1941, namun hanya ada 45 orang yang terdaftar ketika akhirnya ditutup pada 1973.

Meski telah direvitalisasi menjadi Hostel Yamabiko-soo, bangunan ini tetap tidak kehilangan ciri utamanya sebagai bekas sekolah.

Alternatif penggunaan

Hostel Yamabiko-so mempertahankan bentuk asli bangunannya sebagai bekas gedung sekolah.NISHIIZU CITY HALL via BBC INDONESIA Hostel Yamabiko-so mempertahankan bentuk asli bangunannya sebagai bekas gedung sekolah.
Papan penunjuk kelas dipertahankan dan dimanfaatkan untuk menunjukkan nomor kamar hostel.NISHIIZU CITY HALL via BBC INDONESIA Papan penunjuk kelas dipertahankan dan dimanfaatkan untuk menunjukkan nomor kamar hostel.
Nasib masing-masing sekolah diputuskan setelah mendengar masukan dari masyarakat.

Seorang mantan direktur sekolah umum di Fujisawa, menyebutkan beberapa kemungkinan untuk mentransformasi bangunan-bangunan, di mana pun lokasinya.

Dengan potensi gempa bumi kuat yang terjadi dalam 30 tahun ke depan di wilayah timur Jepang seperti yang diprediksi oleh para ahli, dia mengusulkan untuk memanfaatkan sekolah sebagai tempat hunian sementara, menyimpan logistik, dan menyajikan makanan.

Ada banyak usulan lain untuk mengatasi tantangan yang disebabkan oleh menuanya populasi di Jepang, di mana diperkirakan 40 persen dari total populasi di Jepang pada 2050 adalah lansia.

Sekolah-sekolah terbengkalai yang pernah menjadi tempat belajar dan berkumpulnya masyarakat kini mengalami “kishi kaisei”, peribahasa Jepang yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “bangkit dari kematian, hidup kembali”.

Baca juga: Jepang Resesi Seks, Sekolah Tutup karena Kekurangan Murid

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com