Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/06/2023, 19:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

Penulis: Nurhadi Sucahyo/VOA Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo membuka keran ekspor pasir laut yang telah dibekukan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 tahun lalu.

Meski kebijakan ini diklaim didasarkan pada kepentingan ekologis, banyak pihak menilai ini adalah soal bisnis.

Serikat Nelayan Indonesia (SNI) dengan tegas menolak keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) 26/2023 soal Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Baca juga: Apa Itu Ekspor Pasir Laut Indonesia dan Negara Mana yang Diuntungkan?

 

Lewat PP tersebut, komoditas pasir laut diperbolehkan untuk ditambang dan diekspor. Padahal aktivitas tersebut sangat berdampak langsung terhadap nelayan.

Sekjen SNI Budi Laksana melihat ada lebih banyak kepentingan bisnis dalam keputusan terbaru ini.

Ekspor pasir laut dianggap menjadi jalan keluar untuk menambah pendapatan negara, tetapi di sisi berlawanan justru sangat merugikan pihak nelayan.

“Bagi nelayan, habitat yang mereka cari pasti akan hilang. Nah yang kedua, banyak konflik nelayan dengan para penambang pasir laut. Akhir-akhir ini terjadi, misalnya di Lampung. Banyak nelayan rajungan yang berkonflik, lalu dia pindah mencari rajungannya,” kata Budi kepada VOA, Senin (5/6/2023).

Budi juga mengingatkan, desa-desa nelayan di pesisir akan menerima risiko cukup besar dari aktivitas tambang pasir laut, bahkan hingga kemungkinan hilangnya kawasan pesisir.

Penambangan pasir laut secara liar selama ini sudah terjadi, dan nelayan Indonesia menyaksikan praktik itu.

SNI khawatir, pulau-pulau kecil, yang juga menjadi tempat tinggal para nelayan akan semakin terancam.

Baca juga: Media Asing: Pencabutan Larangan Ekspor Pasir Laut Indonesia Untungkan Singapura

Apalagi kehidupan mereka sangat bergantung pada ekosistem pesisir dengan wilayah tangkap yang terbatas. Aktivitas tambang pasir laut, biasanya berada di kawasan tangkap nelayan itu.

“Dampaknya tidak hanya pada nelayan, tapi keluarga nelayan. Semuanya itu terdampak. Resikonya adalah menghilangkan pekerjaan. Nelayan itu sudah susah mencari ikan, ditambah masalah lagi,” ujar Budi.

SNI juga tidak sepenuhnya percaya, alasan sedimentasi di laut yang dipakai pemerintah untuk melegalkan praktik tambang pasir laut

Pemerintah klaim butuh penataan

Polemik ekspor pasir laut ini memaksa Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mempersingkat kunjungan kerjanya ke China pada akhir Mei lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Listrik Kota Montana Padam 2 Hari, Ternyata Disebabkan Ulah Tupai

Listrik Kota Montana Padam 2 Hari, Ternyata Disebabkan Ulah Tupai

Global
Alasan Polandia Tak Akan Lagi Pasok Senjata ke Ukraina

Alasan Polandia Tak Akan Lagi Pasok Senjata ke Ukraina

Global
Sekjen PBB: Krisis Iklim Telah Membuka Pintu Neraka

Sekjen PBB: Krisis Iklim Telah Membuka Pintu Neraka

Global
Al Quran Berbahasa Mandarin dan Rencana China Sinifikasi Islam

Al Quran Berbahasa Mandarin dan Rencana China Sinifikasi Islam

Global
Putra Warren Buffet: Dukungan Barat pada Ukraina Akan Kian Melemah

Putra Warren Buffet: Dukungan Barat pada Ukraina Akan Kian Melemah

Global
Presiden El Salvador Tak Peduli Dikritik Langgar HAM, Terus Babat Habis Geng Kriminal

Presiden El Salvador Tak Peduli Dikritik Langgar HAM, Terus Babat Habis Geng Kriminal

Global
Singapura Waspadai Malware Android Baru, Bisa Retas M-Banking Lalu Reset Setelan Pabrik

Singapura Waspadai Malware Android Baru, Bisa Retas M-Banking Lalu Reset Setelan Pabrik

Global
Nasib Pengungsi Ukraina Terkatung-katung di Belanda

Nasib Pengungsi Ukraina Terkatung-katung di Belanda

Global
60 Persen Spesies Bunga Bangkai Rafflesia Terancam Punah, Kisah Sukses Indonesia Disorot

60 Persen Spesies Bunga Bangkai Rafflesia Terancam Punah, Kisah Sukses Indonesia Disorot

Global
Rangkuman Hari Ke-574 Serangan Rusia ke Ukraina: Janji Trump Ditagih | Permintaan Cabut Veto Rusia

Rangkuman Hari Ke-574 Serangan Rusia ke Ukraina: Janji Trump Ditagih | Permintaan Cabut Veto Rusia

Global
Iran: Normalisasi Hubungan Arab Saudi-Israel Khianati Palestina

Iran: Normalisasi Hubungan Arab Saudi-Israel Khianati Palestina

Global
Rusia Tangkis Serangan Udara Ukraina di Sevastopol Crimea

Rusia Tangkis Serangan Udara Ukraina di Sevastopol Crimea

Global
200 Orang Tewas dalam Sehari Pertempuran Azerbaijan Lawan Separatis Nagorno-Karabakh

200 Orang Tewas dalam Sehari Pertempuran Azerbaijan Lawan Separatis Nagorno-Karabakh

Global
Presiden Ukraina Minta PBB Cabut Hak Veto Rusia di Dewan Keamanan

Presiden Ukraina Minta PBB Cabut Hak Veto Rusia di Dewan Keamanan

Global
[POPULER GLOBAL] Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia | Penelitian 'Jasad Alien' di Meksiko

[POPULER GLOBAL] Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia | Penelitian "Jasad Alien" di Meksiko

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com