Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Asing: Pencabutan Larangan Ekspor Pasir Laut Indonesia Untungkan Singapura

Kompas.com - 31/05/2023, 07:27 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber Reuters

JAKARTA, KOMPAS.com – Kantor berita yang bermarkas di London, Inggris, Reuter, menerbitkan artikel berjudul “Boon for Singapore as Indonesia scraps ban on sea sand exports” di situs web mereka pada Senin (29/5/2023).

Dalam artikel tersebut, disebutkan bahwa Indonesia telah mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama 20 tahun.

Reuters kemudian menulis, langkah Pemerintah Indonesia itu dapat membantu proyek perluasan lahan di negara tetangga Singapura.

Baca juga: PM Singapura Lee Hsien Loong Positif Covid-19

Indonesia pertama kali menyetop ekspor pasir laut pada 2003 dan menegaskan kembali pada 2007 sebagai langkah melawan pengiriman ilegal.

Sebelum pelarangan, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara tahun 1997 hingga 2002.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019, Singapura adalah importir pasir laut terbesar di dunia dan dalam 20 tahun sebelumnya telah mengirimkan 517 juta ton pasir dari negara tetangganya.

Berbeda dengan Indonesia, Malaysia justru baru melarang ekspor pasir laut pada 2019. Padahal "Negeri Jiran" adalah pemasok terbesar Singapura.

PP Nomor 26 tahun 2023

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencabut larangan ekspor pasir laut lewat Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sendimentasi di Laut yang diterbitkan awal bulan ini.

Baca juga: KBRI dan Diaspora Indonesia di Singapura Bermitra dengan BPODT untuk Genjot Pariwisata Danau Toba

Peraturan tersebut tidak memberi alasan tentang pencabutan larangan ekspor pasir laut itu.

Juru Bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, Wahyu Muryadi, mengatakan aturan itu bertujuan agar penambangan pasir memenuhi standar lingkungan dan ekspor hanya diperbolehkan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

Ketika hendak dimintai komentar tentang pencabutan larangan ekspor pasir laut oleh Indonesia ini, Reuters melaporkan, Kementerian Pembangunan Singapura belum memberikan respons.

Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura diketahui kini tengah merencanakan dan merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi diharapkan bisa selesai pada pertengahan 2030-an.

 

Dalam catatan, larangan eskpor pasir laut telah menjadi perdebatan antara Indonesia dan Singapura.

Pada 2007, Singapura menuduh Indonesia menggunakan kebijakan itu untuk menekan pemerintahnya dalam negosiasi perjanjian ekstradisi dan penetapan perbatasan. Perjanjian ekstradisi baru ditandatangani tahun lalu.

Kritik dari Walhi dan Greenpeace

Juru kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, mengatakan peraturan baru bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk ekosistem laut yang lebih sehat.

Baca juga: Wabup Karo Theopilus Ginting Sambut Hangat Rombongan Turis Singapura dari Dolanesia

Sementara peneliti Greenpeace Indonesia, Afdillah Chudiel, memperingatkan penambangan pasir laut dapat mempercepat krisis iklim.

"Ini akan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil dan abrasi pantai," katanya, dikutip dari Reuters.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com