Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran Perancis Evakuasi Warga di Sudan, Jumlahnya Jauh Lebih Sedikit dari WNI

Kompas.com - 23/04/2023, 14:29 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

PARIS, KOMPAS.com - Perancis telah mulai mengevakuasi warganya dan staf diplomatiknya dari Sudan.

Kementerian Luar Negeri Perancis mengumumkan "operasi evakuasi cepat" tersebut pada Minggu (23/4/2023).

Kementerian itu menyatakan, warga negara Eropa dan warga dari negara mitra sekutu juga akan dibantu dalam proses evakuasi dari Sudan.

Baca juga: Dibantu Arab Saudi, Djibouti, dan Ethiopia, AS Evakuasi para Diplomat di Sudan

Tetapi, Kementerian Luar Negeri Perancis tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait rencana itu.

Sebuah sumber diplomatik di Perancis yang enggan disebut namanya menyampaikan, angkatan bersenjata Sudan dan pesaing mereka, kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF), sama-sama telah memberikan jaminan keamanan untuk mengizinkan operasi tersebut.

Sumber yang sama menyebut, ada sekitar 250 warga Perancis yang tinggal di Sudan.

Nyatanya, angka ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah WNI yang tinggal di Sudan.

Berdasarkan data Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Khartoum, terdapat 1.209 WNI yang tinggal di Sudan.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Reno Marsudi pada Kamis (20/4/2023) mengatakan, persiapan evakuasi WNI di Sudan terus dimatangkan sambil menunggu saat yang tepat untuk bisa melakukan evakuasi dengan tetap mempertimbangkan keselamatan para warga.

Baca juga: Sejumlah Negara Mulai Evakuasi Warganya dari Sudan

AS kerahkan pasukan

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) telah lebih dulu mengumumkan proses evakuasi warganya dari Sudan.

Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Sabtu (22/4/2023), militer AS telah mulai mengevakuasi staf kedutaan dari ibu kota Khartoum.

Dia pun menyerukan diakhirinya pertempuran di Sudan.

Biden mengatakan pertempuran itu sebagai tindak kekerasan yang tidak masuk akal.

Pertempuran di Sudan antara pasukan panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan mantan wakilnya Mohamed Hamdan Daglo dimulai pada 15 April atas perselisihan tentang rencana integrasi RSF ke dalam tentara reguler.

Langkah tersebut adalah syarat utama untuk kesepakatan yang bertujuan memulihkan transisi demokrasi Sudan setelah militer menggulingkan mantan pemimpin Omar al-Bashir pada April 2019 menyusul protes massal warga.

Kedua pria itu telah bergabung untuk menggulingkan Pemerintahan sipil yang dibentuk setelah kejatuhan Bashir, sebelum saling menyerang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, kekerasan tersebut telah menyebabkan sedikitnya 420 orang tewas dan 3.700 orang terluka.

Baca juga: Pertempuran di Sudan Mereda Saat Peringatan Idul Fitri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com