Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunga Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung 3,4 Persen, RI Kena Jebakan Utang China?

Kompas.com - 14/04/2023, 19:58 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Sebab tax ratio atau target penerimaan pajak pada 2023 sebesar Rp2.021,2 triliun atau turun 0,66 persen dari realisasi penerimaan pajak pada 2022.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga sedang dilanda persoalan terkait transaksi janggal sebesar Rp349 triliun sehingga dipastikan bakal 'mengganggu' penerimaan pajak.

Apa dampaknya jika tak bisa bayar utang?

Rizal Taufikurahman menilai, bunga pinjaman yang dipatok China sebesar 3,4 persen "tidak bijak" karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan.

Belum lagi ongkos pengelolaan yang tidak murah.

Dengan segala pertimbangan itu, konsorsium Indonesia dipastikan bakal kesulitan membayar utang tersebut sehingga ujung-ujungnya mengandalkan APBN.

"Mau tidak mau (pakai APBN) karena konsorsium Indonesia misalnya hanya bisa membayar bunga utang yang 2 persen, selebihnya yang 1,4 persen ditanggung APBN," kata dia.

Sementara kondisi APBN sudah sangat terbebani dengan besaran utang yang kian membengkak. Apalagi kalau nanti harus ikut menanggung pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca juga: China Menanti Kepulangan Ya Ya, Panda yang Diduga Diperlakukan Buruk oleh Kebun Binatang AS

Rizal Taufikurahman menuturkan, konsekuensi terburuk kalau sampai Indonesia gagal membayar utang, maka pengelolaan kereta cepat diambil alih sepenuhnya oleh China.

Pasalnya, China berkeras minta agar APBN menjadi penjamin untuk pinjaman proyek kereta cepat.

"Kalau sudah pakai APBN ya bukan business to business lagi. Prinsip itu yang harus dipegang. Tapi China ingin kepastian bisa terbayar enggak utangnya? Kalau dianggarkan di APBN kan jelas pasti dibayar," jelas dia.

Menanggapi permintaan China itu, Luhut mengaku telah menolaknya.

Dia merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Terperangkap jebakan utang China?

Pemerintah disarankan menguatkan lobi ke China agar kembali ke proposal awal pembiayaan di mana bunga pinjamannya sebesar 2 persen dengan tenor selama 40 tahun.

Jangan sampai, kata Rizal Taufikurahman, Indonesia mengalami situasi yang sama seperti Sri Lanka.

Pelabuhan internasional Hambantota yang terletak di sepanjang pantai selatan pulau Samudra Hindia itu diambil alih oleh China sebagai imbalan atas utang yang diberikan sebesar 1,1 miliar dollar AS.

Pasalnya, sesuai kesepakatan, China memiliki 85 persen saham dari pelabuhan dan berhak mengantongi sewa dari pelabuhan itu selama 99 tahun.

Baca juga: China Sebut Simulasi Pengepungan Taiwan Peringatan Serius

"Jangan sampai Indonesia seperti itu, investasi infrastruktur tidak menghasilkan," ujarnya.

"Karena klausul perjanjian di Sri Lanka dan Indonesia enggak mungkin jauh beda meskipun business to business," sambung Rizal.

Sejumlah pengamat sudah memperingatkan mengenai apa yang disebut "jebakan utang", yaitu ketika pemberi pinjaman -seperti pemerintah China- dapat mengambil konsesi ekonomi atau politik jika negara yang menerima investasi tidak dapat membayarnya kembali.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com