Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Setelah Invasi AS, Situasi Irak Jauh Berbeda

Kompas.com - 17/03/2023, 16:15 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber

BAGHDAD, KOMPAS.com - Di tepi Sungai Tigris suatu malam baru-baru ini, pria dan wanita muda Irak dengan jeans dan sepatu kets, menari dengan gembira di hadapan bintang rap lokal saat matahari terbenam di belakang mereka.

Ini adalah dunia yang jauh dari teror, berbanding terbalik dengan situasi negara saat invasi AS 20 tahun lalu.

Ibu kota Irak hari ini berdenyut dengan kehidupan dan rasa pembaruan, penduduknya menikmati kedamaian.

Baca juga: 20 Tahun Perang Irak, Senjata Pemusnah Massal Saddam Hussein Belum Ditemukan

Kios-kios kayu di pasar buku terbuka di kota itu, dijejali pembeli dari segala usia dan pendapatan.

Di pinggiran kota yang pernah menjadi sarang al-Qaida, pemuda kaya mengendarai mobil, sementara klub bersepeda rekreasi menyelenggarakan perjalanan bersepeda mingguan ke bekas zona perang.

Beberapa bangunan mewah baru tampak berkilau di tempat bom pernah jatuh.

Dilansir dari Associated Press, Presiden AS saat itu, George W Bush, menyebut invasi AS pada 20 Maret 2003 sebagai misi untuk membebaskan rakyat Irak dan membasmi senjata pemusnah massal.

Pemerintah Saddam Hussein digulingkan dalam 26 hari.

Dua tahun kemudian, kepala inspektur senjata CIA melaporkan tidak pernah ada persediaan senjata nuklir, kimia atau biologi yang pernah ditemukan.

Perang menggulingkan seorang diktator yang pemenjaraan, penyiksaan, dan eksekusi para pembangkangnya membuat 20 juta orang ketakutan selama seperempat abad.

Baca juga: 20 Tahun Invasi Amerika ke Irak: Sejarah dan Perkembangan Terkini

Tapi itu juga menghancurkan negara kesatuan di jantung dunia Arab, membuka kekosongan kekuasaan dan meninggalkan Irak yang kaya minyak sebagai negara yang terluka di Timur Tengah.

Irak jadi lahan perebutan kekuasaan antara Iran, negara-negara Teluk Arab, Amerika Serikat. Negara, kelompok teroris dan sekte dan partai saingan Irak sendiri.

Bagi warga Irak, trauma abadi dari kekerasan yang terjadi setelahnya tidak dapat disangkal.

Baca juga: CCTV Rekam Aksi WN Irak Tikam Mahasiswa Inggris Demi Dideportasi

Diperkirakan 300.000 warga Irak tewas antara tahun 2003 dan 2019, menurut Watson Institute for International and Public Affairs di Brown University, demikian pula lebih dari 8.000 militer AS, kontraktor, dan warga sipil.

Periode itu dirusak oleh pengangguran, dislokasi, kekerasan sektarian dan terorisme, dan tahun-tahun tanpa listrik yang dapat diandalkan atau layanan publik lainnya.

Saat ini, setengah dari populasi Irak yang berjumlah 40 juta tidak cukup umur untuk mengingat kehidupan di bawah Saddam atau banyak hal tentang invasi AS .

Baca juga: Misteri Mosul Orb, Benda Terbang Diduga UFO yang Terekam di Irak

Dalam lusinan wawancara baru-baru ini dari Baghdad hingga Fallujah, pemuda Irak menyesalkan hilangnya stabilitas setelah kejatuhan Saddam.

Meski begitu, mereka mengatakan perang sudah berlalu, dan banyak yang berharap tentang kebebasan yang baru lahir dan peluang untuk mengejar impian mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com