WELLINGTON, KOMPAS.com - Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, yang dipuji di seluruh dunia atas penanganannya terhadap penembakan massal terburuk di negara itu dan tahap awal penanganan pandemi virus corona, mengatakan pada Kamis (19/1/2023) bahwa dia meninggalkan jabatannya.
Dilansir dari Associated Press, Ardern menghadapi tekanan politik yang meningkat di dalam negeri dan tingkat kritik dari beberapa orang yang belum pernah dialami oleh para pemimpin Selandia Baru sebelumnya.
Meski begitu, tetap saja, pengumumannya mengejutkan orang-orang di seluruh negara berpenduduk 5 juta orang.
Baca juga: Pengunduran Diri PM Selandia Baru Jacinda Ardern Kejutkan Banyak Pihak
Sambil menahan air mata, Ardern mengatakan kepada wartawan di Napier bahwa 7 Februari akan menjadi hari terakhirnya sebagai perdana menteri.
“Saya sekarang memasuki tahun keenam saya menjabat, dan untuk setiap tahun itu, saya telah memberikan segalanya,” katanya.
Ardern menjadi inspirasi bagi wanita di seluruh dunia setelah pertama kali memenangkan jabatan tertinggi pada tahun 2017 di usia yang relatif muda, 37 tahun.
Dia tampaknya menjadi generasi kepemimpinan baru. Dia menjadi seorang dengan gaya khas milenial, telah membuat beberapa rekor sebagai seorang DJ paruh waktu, dan tidak menikah seperti kebanyakan politisi.
Pada tahun 2018, ia menjadi pemimpin dunia kedua yang melahirkan saat menjabat.
Belakangan tahun itu, dia membawa bayi perempuannya ke lantai Majelis Umum PBB di New York.
Baca juga: PM Selandia Baru Jacinda Ardern Ingin Mundur, Tak Mau Lanjut Periode Berikutnya
Pada Maret 2019, Ardern menghadapi salah satu hari tergelap dalam sejarah Selandia Baru ketika seorang pria bersenjata supremasi kulit putih menyerbu dua masjid di Christchurch dan membantai 51 orang.
Dia dipuji secara luas atas cara dia berempati dengan para penyintas dan komunitas Muslim Selandia Baru setelahnya.
Kurang dari sembilan bulan kemudian, dia menghadapi tragedi lain ketika 22 turis dan pemandu tewas saat gunung berapi White Island meletus.
Ardern juga dipuji secara global atas penanganan awal negaranya terhadap pandemi virus corona, setelah Selandia Baru berhasil menghentikan virus di perbatasannya selama berbulan-bulan.
Tetapi dia terpaksa meninggalkan strategi tanpa toleransi itu karena varian yang lebih menular menyebar dan vaksin tersedia secara luas.
Baca juga: Selandia Baru Tak Wajibkan Pelancong China Tunjukkan Hasil Tes Negatif Covid-19
Tapi, Ardern menghadapi kemarahan yang semakin dari mereka yang menentang mandat dan aturan virus corona.
Pemerintahannya juga menghadapi kritik karena idenya besar tetapi kurang eksekusi.
Ardern juga menghadapi prospek pemilihan ulang yang sulit.
Baca juga: Selandia Baru Sahkan UU Larang Kaum Muda Beli Rokok Seumur Hidup
Partai Buruh kiri-tengahnya memenangkan pemilihan kembali pada tahun 2020 dengan telak dalam proporsi bersejarah, tetapi jajak pendapat baru-baru ini telah menempatkan partainya di belakang saingan konservatifnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.