Jatuh-bangun dialami Eboni dan PALA dalam membangun produknya masing-masing.
Afid bercerita, dia pernah mendapat komplain dari konsumen Warga Negara Asing (WNA) karena dua dari sepuluh pesanan jamnya lonjong, tidak bulat sempurna. Kala itu Afid dan timnya masih memproduksi secara manual, belum memakai mesin.
"2016-2019 pakai bubut (dari) pihak ketiga manual, lalu dirapikan sendiri manual juga pakai cutter. Hanya dengan empat orang bisa produksi, tapi minusnya size (ukuran) bisa beda-beda, ada yang lonjong."
Afid kemudian membeli mesin bubut CNC pada akhir 2019, tetapi tidak tahu cara memakainya. Akhirnya dia bersama tim belajar dari YouTube.
Namun, terkadang cara manual masih dilakukan karena lebih cepat daripada mesin. Contohnya membuat desain miring di bodi jam, yang jika manual bisa lima kali lebih cepat.
"Akhirnya aku bisa nggaji timku lebih, daripada timku banyak (orangnya), tapi gajinya mepet," Afid menambahkan.
Pengujiannya menggunakan bejana setinggi satu meter lalu jam dicemplungkan sampai bawah, kemudian terlihat aman sampai satu jam lebih sedikit. Setelah satu jam produk akan memuai dan air masuk sehingga otomatis mati.
"Tahun 2011 launching ternyata antusiasnya tinggi, edukasinya cepat, harga juga tinggi karena pionir, bisa dijual sampai harga Rp 2 juta per jam tangan, setara satu buah stool (kursi)," kenangnya
Kemudian, berangkat dari motivasi untuk menjadi pemimpin pasar jam tangan di Indonesia, ia mendirikan PALA Nusantara pada 3 Desember 2017.
Ilham mencoba melakukan sesuatu di PALA yang belum pernah dilakukan merek lain. Berbekal pemikiran dan idealismenya yaitu jam tangan bernarasi Indonesia, ia menyematkan roh, DNA, budaya, hingga mitologi Nusantara di setiap produknya.
Baca juga: WNI di Jerman Ini Bikin Tempe Berbentuk Tangan dan Tengkorak
Upaya Ilham ditunjang tesisnya pada 2014 tentang hubungan antara jam tangan dengan manusia, atau dalam kata lain psikologi desain.
"Setiap manusia punya hubungan yang dekat saat menggunakan jam tangan. Kenapa dia pakai Fossil, kenapa pakai G-Shock, karena dia ingin direpresentatifkan sebagai sesuatu di status sosialnya. Akhirnya (di PALA) saya sematkan melalui warna, melalui simbol, melalui pattern."
View this post on Instagram
Satu pengrajin PALA sekarang dapat membuat sekitar 30 buah jam per hari yang sudah dirakit. Ilham memberdayakan anak-anak muda di sekitar kantor yang terkena PHK akibat pandemi Covid-19 sebagai pegawainya.
Dari total 43 pegawai yang dimiliki sekarang, sekitar 70 persen pengrajinnya adalah warga lokal, sebagian besar dari Bandung.
Harga jam PALA kini bervariasi mulai dari Rp 399.000 hingga Rp 1,9 juta. Omzet bulanan saat ini hampir menyentuh angka Rp 1 miliar, sekitar Rp 800 juta-900 juta. Ini perkembangan pesat mengingat saat awal berdiri omzetnya rata-rata Rp 20 juta per bulan.
Adapun Eboni kini memiliki total pegawai 25 orang, termasuk 10 orang di bidang produksi. Pegawai mayoritas berasal dari Klaten, sedangkan yang dari luar kota seperti Malang dan Semarang contohnya, diberi fasilitas indekos khusus dari Eboni.
Harga jam Eboni berkisar Rp 299.000 hingga Rp 699.000. Ketika ditanya tentang omzet, Afid merahasiakan angkanya.
Setiap tahun ia bersaing di beberapa ajang seperti dari Wismilak, The Big Start Indonesia oleh Blibli, sampai akhirnya dianugerahi Good Design Award pada 2017 yang membuatnya yakin bahwa PALA Nusantara bisa diterima pasar.
Tahun 2017 itu juga Ilham menelurkan produk PALA Ayam Cemani, lalu pada 2018 mereplika industri yang pernah dibuat sebelumnya untuk menjual luas produknya, seperti workshop, studio desain, jalur produksi, dan kebutuhan lainnya termasuk strukturisasi.
Selama 2016-2017 ia memulainya bertiga, terdiri dari satu orang pemasaran, satu kurir pengiriman ke jasa logistik yang juga bertugas membungkus paket, dan Ilham sendiri.
Pencapaian tertinggi PALA Nusantara di bidang kompetisi adalah menggaet semua lomba yang diikutinya pada 2018-2019 di Indonesia, dari yang kecil hingga sekelas e-commerce atau marketplace, bahkan berkesempatan meluncurkan produk yang Ilham klaim sebagai the first vegan watch in the world dari jamur, di Milan, Italia tahun 2019.
"Total ada 18 achievements kita dapat tahun 2019. The first vegan watch in the world dari jamur, namanya Pala Mylea. Sudah tersertifikasi dan punya hak paten internasional," ucap Ilham.
View this post on Instagram
Berbagai penghargaan juga diraih Eboni Watch dalam perjalanannya. Terbaru, mereka memenangi Golden Pin Design Award 2020 di Taiwan, Indonesia Good Design Selection (IGDS) Award 2021, lalu dua kali memenangi kategori People's Choice di IGDS 2019 dan 2020. Semua dengan produk berbeda-beda
Soal ekspor, PALA Nusantara sudah mengirim produknya ke luar negeri tetapi bukan menggunakan kontainer. "Jadi ini kita ekspornya hand and carry-lah sekitar dua-tiga lusin," terang Ilham.
Sudah ribuan produk yang diekspor ke negara-negara tujuan antara lain di Eropa, Asia, Amerika, khususnya New York, Kanada, Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Swiss. Hanya Afrika yang belum tersentuh.
Ekspor ini disebut Ilham sesuai dengan misi PALA yaitu menciptakan dalang-dalang muda untuk menceritakan Nusantara kepada dunia.
Sementara itu, negara-negara tujuan ekspor Eboni mencakup Afrika Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Rusia, hingga Amerika Latin.
Namun, Afid mengeluhkan regulasi terbaru yang membuatnya sulit mengirim jam tangan dengan baterai ke luar negeri menggunakan pesawat belakangan ini.
Baca juga: Cerita WNI Sukses Bekerja di Amerika walau di Luar Bidang Studinya
"Banyak negara yang nge-ban (melarang). Aku bisa kirim tapi enggak pakai baterai. Kan susah ya, masa di sana suruh ngerakit sendiri, bongkar, enggak make sense (masuk akal) kan, kecuali lewat laut. Cuman lewat laut kalau aku kirim cuma 10 kayak rugi waktu," urainya seraya membandingkan bahwa pengiriman lewat udara hanya butuh 3-4 hari.
Ia juga mengeluhkan mahalnya ongkir ke luar negeri seperti China, padahal mengirim barang dari China ke Indonesia biayanya jauh lebih murah.
Sekarang, beberapa negara yang masih menjadi destinasi pengiriman jam Eboni dengan baterai antara lain Singapura, India, dan Turki, tetapi Afid kurang tahu apa dasar regulasi di sana membolehkannya.
"Sebenarnya kalau secara regulasi keluar (ekspor) itu enak, sebenarnya enggak masalah, kita produksi berapa pun oke-oke saja," ucap Afid.
View this post on Instagram