TOKYO, KOMPAS.com - Perubahan signifikan terhadap lanskap pedesaan di Jepang telah menyebabkan perubahan perilaku hewan liar di negara itu, yang mengarah pada pemberontakan mereka terhadap manusia, menjadi lebih ganas, dan lebih sering terjadi.
Di tahun-tahun sebelumnya, beruang mendominasi serangan terhadap manusia, bersamaan dengan amukan dari babi hutan sesekali. Namun, terdapat peningkatan tajam dari jumlah laporan serangan kawanan monyet pada musim panas ini. Sementara itu, pihak berwenang di salah satu kota pesisir juga telah memperingatkan adanya perlawanan agresif dari kawanan lumba-lumba terhadap para perenang.
Sedangkan di masa lalu, konfrontasi semacam itu hanya terjadi ketika manusia tengah tersesat di hutan atau saat para pencari jamur dan sayuran di gunung yang diserang oleh beruang. Namun, sekarang insiden semacam itu justru semakin banyak terjadi di pinggiran beberapa kota terbesar di Jepang.
Baca juga: Rombak Kabinet, PM Jepang Copot 7 Menteri yang Terkait dengan Gereja Unifikasi
Pada Juni 2021, pemburu dipanggil untuk menembak beruang coklat yang telah melukai empat orang di wilayah pinggiran Sapporo, kota terbesar di pulau utara Hokkaido. Pihak berwenang bahkan sampai menutup bandara kota, 42 sekolah, dan mengunci pangkalan militer mereka, sebelum akhirnya beruang setinggi 2 meter itu dieksekusi.
Dalam waktu enam bulan hingga November 2020, rekor dengan total 13.670 beruang terlihat di seluruh wilayah Jepang. Tidak kurang dari 63 warga Jepang terluka dalam serangan tersebut, bahkan dua di antaranya meninggal.
Di selatan Jepang, penduduk pulau kecil Kakara tengah mempertimbangkan untuk mengungsi karena babi hutan telah mengambil alih teritorial mereka, hingga menghancurkan tanaman labu dan juga ubi jalar milik warga, bahkan babi hutan itu juga menjadi semakin agresif.
Baca juga: PM Jepang Akan Copot Menteri Pertahanan, Ini Alasannya
Situasi menjadi sangat buruk sehingga orang tua tidak dapat mengizinkan anak-anak mereka kembali bermain di luar rumah, karena takut anak-anak mereka akan diserang oleh hewan-hewan liar itu.
Pada musim panas ini, media Jepang juga telah meliput sejumlah laporan bentrokan antara pasukan monyet dan penduduk setempat. Dalam beberapa kasus, simpanse nakal itu telah memasuki pekarangan rumah warga, bahkan membuka jendela dan tak segan-segan merobek tirai nyamuk, menggigit, dan mencakar hingga melukai warga.
Otoritas setempat di Prefektur Yamaguchi telah melaporkan sebanyak 66 insiden yang terjadi hanya pada bulan Juli lalu dan mengimbau kepada penduduk setempat untuk tidak melakukan kontak mata dengan monyet-monyet tersebut, karena dapat dianggap sebagai tantangan dan menjadi faktor pemicu serangan.
Pihak berwenang juga telah memasang beberapa perangkap dan melakukan patroli. Alhasil, dua monyet yang sangat agresif berhasil ditangkap dan disuntik mati.
"Saya pikir, statistik telah mengonfirmasi bahwa kita melihat lebih banyak kasus dalam beberapa tahun terakhir daripada tahun-tahun sebelumnya," kata Mariko Abe, perwakilan dari Masyarakat Konservasi Alam Jepang.
Baca juga: China Kutuk Kunjungan Pelosi, Jepang Ikut Khawatir
"Tampaknya ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan inside-insiden ini, tapi saya pikir salah satu faktor terbesar, terutama yang terjadi pada tahun ini adalah efek dari perubahan iklim," tambah Abe kepada tim DW.
"Selama sekitar satu dekade terakhir, musim hujan bulan Juni yang biasanya berlangsung selama sekitar satu bulan itu menjadi lebih pendek dan curah hujan pun menurun," katanya. "Dan tahun ini sangat ekstrem."