KOMPAS.com - Kudeta Militer Myanmar pecah menjadi perang saudara setelah demonstrasi damai terus mendapat perlawanan keras dari junta.
Para pemberontak bergerilya di hutan dan pegunungan, sementara militer menggiatkan serangan untuk meredakan perlawanan.
Lalu siapa yang sedang "berada di atas angin" dalam perang saudara di Myanmar saat ini?
Sejumlah laporan, opini atau analisa yang muncul di media internasional dalam enam pekan terakhir mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
Baca juga: Menlu China ke Myanmar Pertama Kali Sejak Kudeta Militer, Pelopori “Forum Delta Mekong”
Dalam sebuah analisa di Asia Times, pakar militer Anthony Davis menulis betapa kini dia meyakini gerakan pemberontak berhasil memperluas wilayah kekuasaan, setelah awalnya diyakini akan ambruk menyusul kudeta militer.
Sebaran serangan bahan peledak oleh pemberontak di Myanmar pasca kudeta
Davis melontarkan pernyataan serupa saat diwawancara media Myanmar, The Irrawaddy.
Michael Martin, analis di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington, AS, baru-baru ini menulis analisa yang mempertanyakan daya tahan Tatmadaw (Militer Myanmar) dalam menghadapi pemberontakan.
Hal serupa diungkapkan Ye Myo Hein dan Lucas Meyer, dua analis internasional, yang menulis betapa perlawanan bersenjata berpotensi mengembalikan demokrasi ke Myanmar.
Namun begitu, analisa seputar jalannya perang saudara bisa sangat bervariasi, bergantung dari outlet yang memublikasikannya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.