Nah, logika konfliktual di semua daerah tersebut bisa secara umum dikembalikan kepada logika awalnya di masa perang dingin masa lampau, yakni logika Tembok Berlin yang menjadi Iron Curtain antara Jerman Barat dan Jerman Timur, alias antara Sekutu dan Moskow.
Bagi saya, tak ada keraguan untuk menilai bahwa yang dilakukan Vladimir Putin di Ukraina juga berada dalam logika sama dengan yang dilakukannya di Georgia tahun 2008 dan dengan apa yang dilakukan oleh pemimpin masa awal Uni Soviet Nikita Khrushchev atas tembok Berlin.
Jadi pendeknya, gagalnya diplomasi antara Barat (NATO, Uni Eropa, dan Amerika Serikat) dengan Moskow mengokohkan perbedaan di antara kedua belah pihak di Ukraina, baik dari sisi ideologis, kepentingan geopolitik dan geoekonomi, pun perbedaan sistem ketatanegaraan di satu sisi dan meningkatkan permusuhan serta kecurigaan antara kedua belah pihak di sisi lain.
Karena itu, baik menurut Putin maupun menurut para penganut teori realisme hubungan internasional, buffer zone tidak bisa tidak adalah imbasnya.
Sudah menjadi logika umum dalam politik internasional bahwa Great Power tidak suka melihat Great Power lainnya wara-wiri di halaman belakangya.
Dan itulah yang sedang dilakukan Putin saat ini atas Donbass dan Luhansk di Ukraina, agar NATO tidak wara-wiri di halaman belakang Rusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.