KABUL, KOMPAS.com - Taliban pada Selasa (15/2/2022) menyatakan 15 Februari sebagai hari libur nasional untuk menandai peringatan keluarnya Soviet dari Afghanistan, enam bulan setelah mereka menyerbu ke Kabul untuk menggulingkan pemerintah yang didukung AS.
Setelah menyerang pada Malam Natal 1979, Tentara Merah Soviet akhirnya mundur satu dekade kemudian setelah kehilangan hampir 15.000 tentara melawan pasukan Mujahidin yang didukung Barat.
Situasi itu memicu perang saudara yang memunculkan Taliban dan tugas pertama mereka untuk berkuasa dari 1996 hingga 2001.
Baca juga: Sniper Top Taliban Jadi Wali Kota di Afghanistan
Empat puluh tahun konflik telah membuat Afghanistan menjadi salah satu negara paling miskin di dunia.
Kembalinya Taliban pada 15 Agustus menjerumuskan negara itu lebih dalam ke dalam krisis kemanusiaan, yang menurut PBB mengancam lebih dari setengah 38 juta penduduknya.
Ribuan orang turun ke jalan melalui kota-kota Afghanistan pada Selasa (15/2/2022), memprotes keputusan Presiden Joe Biden pekan lalu untuk menyita hampir setengah aset luar negeri negara itu.
AS berencana menggunakan sekitar 3,5 miliar dollar AS dana beku Afghanistan sebagai kompensasi bagi para korban serangan 11 September 2001, yang dilakukan oleh Al-Qaeda dan memicu invasi pimpinan AS akhir tahun itu.
"Jika seseorang menginginkan kompensasi, itu harus orang Afghanistan," kata Mir Afghan Safi, ketua asosiasi pedagang valas negara itu, saat dia berunjuk rasa di Kabul.
"Dua menara mereka telah dihancurkan, tetapi semua distrik kami dan semua negara kami telah dihancurkan."
Taliban, yang mengatakan mereka menginginkan hubungan baik dengan Washington setelah penarikan AS pada Agustus, menyebut penyitaan aset sebagai "pencurian".
Banyak warga Afghanistan setuju, termasuk mereka yang berada di pengasingan setelah melarikan diri dari negara itu untuk menghindari kekuasaan garis keras Taliban.
Beberapa orang di antara kerumunan meneriakkan "matilah Amerika", dan "matilah Joe Biden".
Taliban memperingatkan Senin (14/2/2022) malam bahwa mereka terpaksa mempertimbangkan kembali kebijakan mereka terhadap AS, kecuali Washington melepaskan asetnya.
"Serangan 9/11 tidak ada hubungannya dengan Afghanistan," kata wakil juru bicara kelompok itu dalam sebuah pernyataan dilansir AFP.
Baca juga: Warga Afghanistan Protes ke AS Terkait Pembebasan Dana untuk Korban 9/11
Tidak jelas tindakan apa yang bisa dilakukan Taliban, tetapi mereka sebelumnya mengatakan akan mengizinkan ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk AS dan kekuatan Barat lainnya meninggalkan negara itu dan mencari perlindungan yang dijanjikan di luar negeri.