Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taliban Buat Hari “Keluarnya Bangsa Asing” dari Afghanistan sebagai Hari Libur Nasional Baru

Kompas.com - 16/02/2022, 13:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Taliban pada Selasa (15/2/2022) menyatakan 15 Februari sebagai hari libur nasional untuk menandai peringatan keluarnya Soviet dari Afghanistan, enam bulan setelah mereka menyerbu ke Kabul untuk menggulingkan pemerintah yang didukung AS.

Setelah menyerang pada Malam Natal 1979, Tentara Merah Soviet akhirnya mundur satu dekade kemudian setelah kehilangan hampir 15.000 tentara melawan pasukan Mujahidin yang didukung Barat.

Situasi itu memicu perang saudara yang memunculkan Taliban dan tugas pertama mereka untuk berkuasa dari 1996 hingga 2001.

Baca juga: Sniper Top Taliban Jadi Wali Kota di Afghanistan

Empat puluh tahun konflik telah membuat Afghanistan menjadi salah satu negara paling miskin di dunia.

Kembalinya Taliban pada 15 Agustus menjerumuskan negara itu lebih dalam ke dalam krisis kemanusiaan, yang menurut PBB mengancam lebih dari setengah 38 juta penduduknya.

Ribuan orang turun ke jalan melalui kota-kota Afghanistan pada Selasa (15/2/2022), memprotes keputusan Presiden Joe Biden pekan lalu untuk menyita hampir setengah aset luar negeri negara itu.

AS berencana menggunakan sekitar 3,5 miliar dollar AS dana beku Afghanistan sebagai kompensasi bagi para korban serangan 11 September 2001, yang dilakukan oleh Al-Qaeda dan memicu invasi pimpinan AS akhir tahun itu.

"Jika seseorang menginginkan kompensasi, itu harus orang Afghanistan," kata Mir Afghan Safi, ketua asosiasi pedagang valas negara itu, saat dia berunjuk rasa di Kabul.

"Dua menara mereka telah dihancurkan, tetapi semua distrik kami dan semua negara kami telah dihancurkan."

Baca juga: “Rakyat Afghanistan Juga Korban Al-Qaeda”, Mantan Presiden Protes Soal Perintah AS atas Aset yang Dibekukan

Taliban, yang mengatakan mereka menginginkan hubungan baik dengan Washington setelah penarikan AS pada Agustus, menyebut penyitaan aset sebagai "pencurian".

Banyak warga Afghanistan setuju, termasuk mereka yang berada di pengasingan setelah melarikan diri dari negara itu untuk menghindari kekuasaan garis keras Taliban.

Beberapa orang di antara kerumunan meneriakkan "matilah Amerika", dan "matilah Joe Biden".

Taliban memperingatkan Senin (14/2/2022) malam bahwa mereka terpaksa mempertimbangkan kembali kebijakan mereka terhadap AS, kecuali Washington melepaskan asetnya.

"Serangan 9/11 tidak ada hubungannya dengan Afghanistan," kata wakil juru bicara kelompok itu dalam sebuah pernyataan dilansir AFP.

Seorang wanita Afghanistan mengenakan burka, kanan, memohon di atas salju di Kabul, Afghanistan, Minggu, 6 Februari 2022. AP PHOTO/HUSSEIN MALLA Seorang wanita Afghanistan mengenakan burka, kanan, memohon di atas salju di Kabul, Afghanistan, Minggu, 6 Februari 2022.

Baca juga: Warga Afghanistan Protes ke AS Terkait Pembebasan Dana untuk Korban 9/11

Soviet pergi, Taliban bangkit

Tidak jelas tindakan apa yang bisa dilakukan Taliban, tetapi mereka sebelumnya mengatakan akan mengizinkan ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk AS dan kekuatan Barat lainnya meninggalkan negara itu dan mencari perlindungan yang dijanjikan di luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com