ALMATY, KOMPAS.com - Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev pada Jumat (7/1/2022) menolak seruan untuk berunding dengan pengunjuk rasa, setelah berhari-hari kerusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ia juga bersumpah untuk menghancurkan "bandit bersenjata" dan mengizinkan tentaranya menembak mati tanpa peringatan.
Tokayev sebelumnya mengatakan, ketertiban sebagian besar telah dipulihkan di seluruh negeri, setelah protes minggu ini atas kenaikan harga bahan bakar berujung ricuh, terutama di kota utama Almaty.
Baca juga: Kerusuhan di Kazakhstan, KBRI Nur-Sultan Pastikan 140 WNI Aman
"Teroris terus merusak properti... dan menggunakan senjata terhadap warga sipil. Saya memerintahkan penegak hukum untuk menembak mati tanpa peringatan," kata Tokayev dalam pidato ketiganya yang disiarkan televisi minggu ini, dikutip dari AFP.
Dia tidak mengindahkan seruan internasional untuk negosiasi, dengan menyebutnya sebagai "omong kosong".
"Kita berurusan dengan bandit bersenjata dan terlatih, baik lokal maupun asing. Dengan bandit dan teroris. Jadi mereka harus dihancurkan. Ini akan segera dilakukan."
Lama dipandang sebagai salah satu republik bekas Soviet paling stabil di Asia Tengah, Kazakhstan yang kaya energi sedang menghadapi krisis terbesarnya dalam beberapa dekade.
Para pengunjuk rasa menyerbu gedung-gedung pemerintah di Almaty pada Rabu (5/1/2022) dan terlibat baku tembak dengan polisi serta militer. Pihak berwenang mengatakan, 748 petugas keamanan terluka dan 18 tewas.
Baca juga: Kazakhstan Umumkan Kondisi Darurat, 8 Aparat Tewas, Presiden Minta Bantuan Aliansi Rusia
Tokayev mengatakan, Almaty diserang oleh 20.000 bandit dengan rencana serangan yang jelas, koordinasi aksi, dan kesiapan tempur yang tinggi.
Dia mengucapkan terima kasih khusus kepada Presiden Rusia Vladimir Putin setelah Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang didominasi Moskwa mengirim pasukan ke Kazakhstan untuk membantu memadamkan kerusuhan.
Tokayev sebelumnya mengumumkan keadaan darurat nasional dan meminta bantuan dari CSTO, yang mencakup lima negara bekas Soviet lainnya, untuk memerangi apa yang disebutnya kelompok teroris yang menerima pelatihan ekstensif di luar negeri.
Baca juga: Diguncang Demo Besar, Ini 6 Fakta Soal Kazakhstan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.