Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Demokrasi sebagai Tantangan Keamanan Nasional AS, Wapres AS Beri Klarifikasi

Kompas.com - 27/12/2021, 19:33 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris tampaknya salah bicara selama wawancara yang ditayangkan Minggu (26/12/2021), ketika dia menjawab "demokrasi" ketika ditanya apa tantangan keamanan nasional yang dihadapi AS.

Selama wawancara di "Face the Nation" CBS News, pembawa acara Margaret Brennan bertanya kepadanya tantangan pada keamanan nasional AS, yang membuat Harris terjaga di malam hari dengan rasa khawatir.

Baca juga: Menlu AS Singgung Normalisasi Hubungan Indonesia-Israel

“Terus terang, salah satunya adalah demokrasi kita. Saya kira tidak ada pertanyaan di benak orang-orang yang ahli kebijakan luar negeri bahwa tahun 2021 bukan tahun 2000,” katanya.

“Dan kita memulai era baru di mana ancaman terhadap bangsa kita mengambil banyak bentuk. Termasuk ancaman otokrasi mengambil alih dan memiliki pengaruh besar di seluruh dunia,” kata Harris.

New York Post melaporkan kemudian dalam wawancara itu, Wapres AS mengklarifikasi komentarnya sebelumnya, dengan mengatakan ada kebutuhan untuk “memperjuangkan integritas demokrasi kita (AS).”

Dalam wawancara mendalam itu, Harris juga mengatakan pemerintah AS akan melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk mendorong Senat yang terbelah dua (50:50), untuk meloloskan undang-undang hak suara.

Tetapi dia tidak berkomitmen untuk mengabaikan ambang batas “filibuster” 60 suara untuk melakukannya.

Baca juga: Trump Minta Mahkamah Agung AS Tidak Rilis Dokumen Penyerbuan Capitol Hill

Ditanya apakah itu berarti menggunakan “filibuster”, Harris berkata: "Saya tidak mengatakan itu."

“Apa yang saya katakan adalah bahwa kami akan mendesak Kongres AS, dan kami telah melakukannya, untuk memeriksa alat yang mereka miliki guna melakukan apa yang diperlukan untuk memperjuangkan dan mempertahankan integritas sistem pemungutan suara kami di Amerika,” kata Harris, yang menjabat sebagai senator AS dari California sebelum menjadi Wapres AS.

Memangkas “filibuster” akan memungkinkan Senat Demokrat untuk meloloskan undang-undang dengan mayoritas sederhana. Tetapi Demokrat moderat Joe Manchin dari Virginia Barat dan Kyrsten Sinema dari Arizona menentang penggunaan manuver tersebut.

Demokrat berpendapat bahwa negara-negara bagian yang dipimpin Partai Republik meloloskan undang-undang yang akan membatasi hak suara bagi minoritas, karena Trump terus mengeklaim bahwa pemilihan presiden 2020 AS cacat.

Baca juga: Intel AS Ungkap Pembangunan Rudal Balistik Saudi yang Dibantu China

Masalah Afghanistan

Harris juga menolak bertanggung jawab atas bencana seputar penarikan militer AS dari Afghanistan pada Agustus. Alih-alih dia menyalahkan pemerintahan sebelumnya di bawah Donald Trump, karena menandatangani perjanjian dengan Taliban.

Dia mengatakan "sepenuhnya mendukung" keputusan Presiden AS Joe Biden, untuk mengakhiri perang 20 tahun negara itu dengan Afghanistan dengan mengeluarkan pasukan AS.

“Saya pikir sangat penting untuk diingat bahwa pemerintahan sebelumnya merundingkan kesepakatan dengan Taliban, tidak mengundang pemerintah Afghanistan untuk berada di meja, dan menegosiasikan kesepakatan yang diperlukan dan dijanjikan sebagai bagian dari kesepakatan penarikan kami (AS) keluar (dari Afghanistan) pada akhir Mei,” kata Harris di CBS.

“Jadi kami dibebani dengan tanggung jawab itu berdasarkan kesepakatan antara Amerika Serikat dan Taliban,” lanjutnya.

Harris mengeklaim pemerintahan Biden harus mematuhi kesepakatan yang dibuat oleh mantan presiden Donald Trump, atau mengambil risiko kelanjutan dari perang terpanjang Amerika.

"Kami membuat keputusan bahwa jika kami melanggar kesepakatan, situasinya akan berbeda saat ini," tambah Wapres AS.

Baca juga: AS Melunak, Bantuan Kemanusiaan Mulai Dibuka untuk Masyarakat Afghanistan

“Saya sangat percaya bahwa jika kita melanggar perjanjian itu, kita akan berbicara tentang perang di Afghanistan dan pasukan AS di Afghanistan, dan kita tidak membicarakan itu (saat ini). Saya tidak menyesali itu," katanya.

Biden juga menyorot perjanjian yang dibuat pendahulunya pada Februari 2020 dengan Taliban, sebagai alasan untuk melanjutkan keputusannya menarik pasukan AS pada akhir Agustus.

Dia mengatakan dia "mewarisi" kesepakatan yang dinegosiasikan Trump dengan Taliban, untuk menarik pasukan pada 1 Mei 2021. Sementara setelah tanggal itu, tidak akan ada gencatan senjata untuk melindungi pasukan AS.

Kondisi itu meninggalkan opsi untuk menarik pasukan AS atau akhirnya meningkatkan ketegangan perang dengan kelompok militan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com