"Sebuah rencana telah disiapkan untuk menimimalkan kerugian dari proses panen," kata Lee dari Daily NK.
"Sanksi tegas akan diberikan jika terjadi pencurian atau kecurangan. Ini membuat suasana menjadi menakutkan."
Pekan lalu, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) melaporkan dalam sidang parlemen tertutup bahwa Kim merasa dia seperti berjalan di atas es yang tipis karena situasi ekonomi, menurut anggota parlemen yang mengikuti sidang itu.
NIS juga melaporkan kekurangan obat-obatan dan kebutuhan esensial telah mempercepat penularan penyakit menular seperti demam tifoid.
Kekhawatiran yang berkembang terkait ini juga diperkuat oleh media pemerintah yang menyoroti langkah-langkah yang diambil demi mencegah kerusakan tanaman.
Media pemerintah Korea Utara juga merilis poster propaganda yang menekankan upaya untuk bekerja pada produksi pangan.
Baca juga: Buat Perubahan Aturan, Korea Utara Siapkan Rencana Masa Depan Tanpa Kim Jong Un?
Korea Utara menghadapi dua masalah utama dengan pasokan makanannya.
Yang pertama berkaitan dengan cara bertani mereka. Pyongyang memang berinvestasi dalam teknologi militer dan rudal baru. Namun, para ahli mengatakan negara ini tidak memiliki mesin modern yang dibutuhkan untuk panen yang cepat dan sukses.
Choi Yongho dari Institut Ekonomi Pedesaan Korea mengatakan bahwa kurangnya peralatan pertanian telah menyebabkan rendahnya produktivitas pangan yang rendah.
Dari titik pengamatan di ujung barat Korea Selatan, dengan latar belakang gedung pencakar langit Seoul yang mewah, BBC bisa menyaksikan pemandangan yang jelas dari Sungai Han ke Korea Utara.
Terlihat dekat, namun rasanya begitu jauh.
Baca juga: AS Desak Korea Utara Berhenti Memprovokasi dan Terima Tawaran Dialog
BBC mendengar seorang gadis muda berkomentar melalui teropongnya bahwa mereka adalah orang yang sama.
"Mereka sama seperti kita," katanya sambil kembali ke arah ibunya.
Belasan penduduk desa sibuk memanen beras dan membawanya dari punggung mereka ke traktor yang rusak.