Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biden Salah Ucap soal Taiwan, Timbulkan Kekhawatiran di China dan Asia

Kompas.com - 28/10/2021, 20:00 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pada Agustus lalu, stasiun televisi ABC bertanya kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden tentang laporan media China, yang merujuk pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban sebagai bukti bagi Taiwan, betapa Washington tidak bisa diandalkan.

Biden bersikeras apa yang terjadi di Afghanistan tidak berhubungan dengan komitmen AS kepada Taiwan, Korea Selatan, dan NATO.

"Kami membuat komitmen suci pada Pasal 5 (perjanjian NATO) bahwa jika, pada kenyataannya, ada orang yang menyerang atau mengambil tindakan terhadap sekutu NATO kami, kami akan merespons," kata Biden.

Baca juga: Ditanya Apakah Bakal Melindungi Taiwan dari China, Biden: Yes

"Sama dengan Jepang, sama dengan Korea Selatan, sama dengan Taiwan," kata Biden.

Kementerian Pertahanan China telah mengajukan protes atas perjalanan kapal perang AS di perairan antara China dan TaiwanAP/US COAST GUARD via DW INDONESIA Kementerian Pertahanan China telah mengajukan protes atas perjalanan kapal perang AS di perairan antara China dan Taiwan
Seorang pejabat pemerintahan AS mengklarifikasi, seraya mengatakan "kebijakan AS berkaitan dengan Taiwan tidak berubah." Analis mengatakan Biden tampaknya "salah bicara."

AS memiliki "militer paling kuat"

Ketika ditanya CNN pada Kamis (21/10/2021), apakah Amerika Serikat bersedia dan mampu membela Taiwan jika terjadi serangan oleh China, Biden menjawab: "ya dan ya."

"China, Rusia, dan seluruh dunia tahu bahwa kami memiliki militer paling kuat dalam sejarah dunia," jawab Biden.

Ketika menjabat Wakil Presiden AS pada 2013, Joe Biden bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.AP IMAGES/LINTAO ZHANG via DW INDONESIA Ketika menjabat Wakil Presiden AS pada 2013, Joe Biden bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.
Lebih lanjut saat ditanya oleh moderator apakah itu berarti AS akan membela Taiwan jika China menyerang, Biden berkata: "Ya, kami memiliki komitmen untuk melakukan itu."

Klarifikasi lain dari Gedung Putih

Sekali lagi, juru bicara Gedung Putih mengklarifikasi setelah Biden berbicara bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan AS terkait Taiwan, kerja sama pertahanan terus dilakukan di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan, yang disahkan Kongres pada 1979, ketika Amerika Serikat dan Republik Rakyat China menjalin hubungan diplomatik.

Menurut undang-undang tersebut, Amerika Serikat "harus mempertahankan kapasitas untuk melawan segala upaya kekerasan atau bentuk paksaan lain yang akan membahayakan keamanan atau sistem sosial atau ekonomi rakyat Taiwan."

Baca juga: AS Ralat Klaim Joe Biden Akan Lindungi Taiwan

Kata-kata dari undang-undang tersebut adalah dasar dari apa yang disebut pengamat sebagai "ambiguitas strategis" dari kebijakan AS sejak 1979.

Washington telah membiarkannya terbuka apakah Amerika Serikat akan datang membantu Taiwan dengan intervensi militer, jika pasukan China menyerang. Rumusan seperti itu akan ditafsirkan oleh pemerintah China sebagai dukungan bagi kemerdekaan Taiwan.

China menentang penjualan senjata AS ke Taiwan.AP PHOTO/W SANTANA via DW INDONESIA China menentang penjualan senjata AS ke Taiwan.
Hubungan Taiwan dan China yang semakin menjauh

Meskipun pengiriman senjata AS ke Taiwan terus berlanjut, Amerika Serikat dan China menjalin hubungan yang lebih erat sejak 1979, terutama pada akhir 1990-an di bawah mantan presiden Bill Clinton dan Jiang Zemin.

Namun, kemesraan itu sudah berakhir, tulis Marco Overhaus, dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP) yang berbasis di Berlin, dalam sebuah artikel untuk surat kabar Die Welt.

"Di Washington, ada persepsi bahwa persaingan dengan China adalah perjuangan epik antara pasar bebas yang demokratis dan negara-kapitalis otoriter China," tulis Overhaus pada 18 Oktober.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com