Penelitian tentang subyek yang sama dari Departemen Pertahanan pada 2016 mencatat bahwa kemunculan dari kapasitas antar-udara maupun antara darat dan udara yang terintegrasi dan terhubung yang dimiliki oleh China “dapat mengancam kekuatan angkatan udara AS dalam mempertahankan kekuatannya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan pada masa operasi di tahun 2030 dan setelahnya.”
“Penelitian tentang kekuatan angkatan udara AS pada 2016 menunjukkan bukti kuat bahwa AS akan kehilangan kejayaannya dalam pertempuran jarak jauh,” Layton mengatakan kepada VOA.
“Angkatan Udara AS memiliki program modernisasi peralatan untuk menangani masalah ini, seperti jet pengebom B-21 dan jet tempur Air Dominance generasi terbaru, namun pembaharuan ini tampaknya tidak akan berpengaruh besar hingga 2030.”
Layton mengatakan dalam sebuah blog bahwa cara berpikir Angkatan Udara AS dalam mempertunjukkan kekuatannya telah berubah sejak Perang Dingin berakhir.
Ketika Washington telah melihat dirinya sebagai satu-satunya kekuatan terbesar di dunia, istilah yang sering muncul adalah “kejayaan di udara.”
Saat ini, ketika ancaman dapat dikelola dalam waktu dan tempat tertentu, tujuan dari angkatan udara AS berubah menjadi “superioritas di udara."
Baca juga: Mantan Pejabat Pentagon: Kecerdasan Buatan China Ungguli AS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.