Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Myanmar Sekarang: Warga Miskin Tunggu Bantuan Makanan dan Ekonomi Terjun Bebas

Kompas.com - 06/10/2021, 16:56 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Kondisi Myanmar sekarang dihantui kelaparan di tengah ekonomi yang anjlok drastis dihantam ketidakstabilan politik dan pembatasan akibat Covid-19.

Seperti yang dilaporkan wartawan BBC Ko Ko Aung, sistem perbankan negara Myanmar sekarang juga berada di ambang kehancuran.

"Saya ikut antrean untuk menerima bubur dari kelompok penyantun. Saya menunggu lebih dari setengah jam, tapi habis sebelum giliran saya," kata Ma Wai seraya berlinang air mata.

Baca juga: Malaysia Kecewa Myanmar Tak Izinkan Utusan ASEAN Temui Aung San Suu Kyi

"Saya pulang dengan tangan kosong. Saya merasa sangat iba dengan putri saya yang berusia empat tahun," ungkapnya, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Selasa (5/10/2021).

Ma Wai (42 tahun) dari Monywa di wilayah tengah Myanmar, dulu bekerja sebagai tukang bersih-bersih dan pembantu rumah tangga sebuah keluarga kaya.

Namun, ketika kasus Covid-19 meledak pada Juli lalu, majikannya memintanya agar tidak bekerja karena pemerintah menyerukan semua orang tinggal di rumah.

Suaminya yang seorang pelukis juga menganggur lantaran pembatasan Covid-19 di Myanmar sekarang.

"Tidak lama berselang suami saya mencoba pergi bekerja. Saya menanak nasi buat makan siangnya, dari beras yang kami simpan untuk berjaga-jaga di masa-masa sulit," ujarnya.

"Namun serombongan tentara menghentikannya dan menyuruhnya pulang, jadi dia bahkan tak bisa bekerja."

Myanmar sekarang: menunggu bantuan makanan 

Ma Wai dan suaminya sudah menganggur selama 7 bulan dan saat ini hanya mengandalkan bantuan makanan untuk menghidupi empat anaknya dan ibunya yang tinggal bersama mereka.

"Kadang-kadang, kami hanya makan sekali sehari," katanya. "Kami belum pernah mengalami kesulitan seperti sekarang."

Kondisi Myanmar sekarang diprediksi Bank Dunia bahwa ekonomi akan menyusut sebesar 18 persen tahun fiskal ini dan tingkat kemiskinan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2022.

Harga beras telah meningkat lebih dari 18 persen dan minyak nabati telah meningkat dua kali lipat dalam 12 bulan terakhir, menurut World Food Program.

Baca juga: Militer Myanmar Bertempur Sengit dengan Pemberontak, Warga Satu Kota Melarikan Diri

Myanmar sekarang: pemogokan dan boikot masih berjalan

Di kota asal Ma Wai, yaitu Monywa, merupakan basis utama perlawanan terhadap kekuasaan militer.  Banyak orang dari komunitasnya bergabung dalam unjuk rasa massal menentang kudeta militer pada 1 Februari.

"Ketika itu, tentara melepaskan tembakan ke arah lokasi lingkungan kami. Beberapa tetangga saya tewas dan sebagian lagi terluka diterjang peluru," katanya, mengenang.

Kondisi Myanmar sekarang semenjak kudeta, masih ada puluhan ribu pegawai negeri, seperti guru, pekerja kereta api, dokter, dan perawat, menolak bekerja untuk rezim militer.

Menurut Pemerintah Persatuan Nasional, yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan, lebih dari 410.000 pegawai pemerintah Myanmar masih melakukan pemogokan.

Gerakan ini juga menyerukan aksi boikot terhadap segala sesuatu yang terkait rezim militer, mulai perbankan hingga kegiatan lotre yang disponsori negara, seperti bir dan rokok hingga telekomunikasi.

Tujuan mereka adalah menjauhkan rezim militer dari sumber pendapatan utama mereka.

Kondisi Myanmar sekarang juga masih diwarnai penolakan masyarakat untuk membayar tagihan listrik, yang menurut mereka akan masuk ke kantong militer.

Sanksi seperti ini dan sanksi publik lainnya terhadap bisnis yang dijalankan militer memiliki dampak luar biasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com