Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muammar Gaddafi: Diktator Libya dan Kejatuhannya

Kompas.com - 18/09/2021, 14:11 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

KOMPAS.com - Sejak 1969 hingga 2011, Libya berada di bawah pemerintahan seorang diktator
bernama Muammar Gaddafi.

Dia memperoleh kekuasaannya melalui jalan kudeta, hingga pada akhirnya digulingkan oleh kelompok pemberontak dan dibunuh.

Seperti sempat diulas Kompas.com, tak lama setah berkuasa, langkah pertama yang dilakukan Gaddafi adalah menutup pangkalan militer milik AS dan Inggris di Libya.

Baca juga: Libya Bebaskan Putra Mendiang Diktator Muammar Gaddafi dari Penjara

Dia juga menuntut agar perusahaan asing yang beroperasi di Libya memberikan bagian pendapatan yang lebih besar kepada negaranya.

Pernah menjadi saksi kudeta yang gagal pada Desember 1969, Gaddafi pun mengesahkan undang-undang yang mengkriminalisasi perbedaan pendapat politik.

Pada 1970, Gaddafi mengusir orang-orang Italia dari Libya. Dia juga menentang zionisme Israel dan mengusir komunitas Yahudi dari Libya.

Praktik kediktatoran yang dijalankan Gaddafi semakin terlihat saat dia memerintahkan agen intelijennya di seluruh dunia mengintimidasi dan membunuh warga Libya di pengasingan.

Gaddafi juga menunjuk keluarga dan teman-teman terdekatnya untuk menempati posisi-posisi penting di pemerintahan.

Korupsi dan penindasan yang dipraktikkan di setiap organisasi sipil menjadikan penduduk hidup dalam kemiskinan.

Sementara Gaddafi dan orang-orang dekatnya mengumpulkan kekayaan dan menyingkirkan para pembangkang.

Baca juga: [HOAKS] Muammar Gaddafi Sudah Memprediksi Adanya Covid-19 pada 2009

Selain memimpin sebagai diktator, Gaddafi juga dikenal memiliki gaya yang eksentrik dengan pakaian yang unik dan kebiasaannya mendirikan tenda di setiap kunjungannya ke luar negeri.

Pemerintah Libya di bawah Gaddafi juga diketahui terlibat dengan banyak kelompok anti-Barat di seluruh dunia, menjadikan Libya musuh bagi banyak negara.

Kerajaan Inggris bahkan memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan negara itu selama lebih dari satu dekade.

Libya juga dianggap berperan di balik sejumlah aksi terorisme. Di antaranya pada 1986 dalam kasus pemboman klub di Berlin Barat yang menewaskan tiga orang.

Juga kasus pemboman pesawat yang membawa 259 orang di Lockerbie, Skotlandia pada 1988 dan peledakan pesawat penumpang Perancis pada 1989 yang menewaskan 170 penumpang.

Hubungan Gaddafi dengan negara Barat mulai mencair pada era 1990-an, saat muncul ancaman yang semakin besar dari kelompok Islam yang menentang kekuasaannya. Dia mulai berbagi informasi dengan dinas intelijen Inggris dan AS.

Gaddafi juga mulai diterima negara-negara barat, bahkan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi menganggapnya sebagai salah satu teman dekatnya.

Banyak pihak yang mengkritik hubungan Gaddafi dengan negara-negara Barat, diyakini dilandasi kepentingan bisnis dan akses minyak bumi.

Baca juga: Satu Dekade Kejatuhan Muammar Gaddafi, PBB Desak “Tentara Bayaran Asing Tinggalkan Libya

Setelah empat dekade berkuasa, rezim yang dibangun Gaddafi mulai menemui tanda-tanda kehancuran.

Kejatuhan rezim Gaddafi terjadi hampir bersamaan dengan revolusi di sejumlah negara Arab lainnya, yang disebut era Musim Semi Arab.

Pada Januari 2011, terjadi revolusi Tunisia yang memaksa turun Zine al Abidine Ben Ali dari kursi kepemimpinan.

Bulan berikutnya, giliran penguasa Mesir Hosni Mubarak yang dipaksa lengser.

Kejatuhan dua penguasa negara Arab itu memicu aksi protes di sejumlah ibu kota negara Arab lainnya, tidak terkecuali Libya.

Aksi demo pecah di kota Benghazi dan menyebar ke seluruh Libya. Gaddafi bereaksi dengan menggunaan kekuatan yang agresif dan justru semakin meningkatkan gelombang protes.

Akhir Februari 2011, kelompok oposisi Libya telah menguasai sebagian besar negara dan membentuk badan pemerintahan Dewan Transisi Nasional (NTC).

Pada Juni 2011, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Gaddafi dan putranya, Seif al Islam serta saudara iparnya untuk kejahatan kemanusiaan.

Sebulan kemudian, dukungan untuk NTC sebagai pemerintahan Libya yang sah datang dari lebih dari 30 negara. Gaddafi kehilangan kendali atas Libya dan bersembunyi dalam pelarian.

Pada Agustus 2011, kota Tripoli jatuh ke tangan pemberontak, menjadi penanda kemenangan oposisi dan berakhirnya pemerintahan Gaddafi.

Kabar kematian Gaddafi muncul pada 20 Oktober 2011, disertai rekaman video yang menunjukkan tubuh sang diktator yang bersimbah darah.

Baca juga: Putin Disebut Takut jika Dibunuh Seperti Muammar Gaddafi Buntut Aksi Protes di Rusia

Masih terdapat spekulasi terkait kematian Gaddafi, dengan sebagian orang menyatakan dia tewas dalam baku tembak, namun klaim yang lain menyebut Gaddafi menjadi target serangan udara NATO.

Pasca-berakhirnya rezim Gaddafi, Libya terus terlibat kekerasan.

Otoritas negara kini dipegang Kongres Nasional Umum, namun berbagai kelompok milisi masih bersaing untuk merebut kekuasaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com