Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintahan Sementara Taliban Atas Afghanistan Dituduh Ingkar Janji

Kompas.com - 14/09/2021, 07:42 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Iran pada Senin (13/9/2021) menuduh pemerintahan sementara Taliban yang diumumkan pada pekan lalu, telah melanggar janjinya dengan tidak mewakili seluruh penduduk negara.

"Tentu saja bukan pemerintahan inklusif yang diharapkan komunitas internasional dan Republik Islam Iran," ujar juru bicara menteri luar negeri Said Khatibzadeh, seperti yang dilansir dari AFP pada Senin (13/9/2021).

"Kami sangat menunggu dan mengawasi bagaimana Taliban merespons tuntutan internasional," lanjut Khatibzadeh yang berbicara di konferensi pers di Teheran.

Baca juga: Pendiri Taliban yang Dirumorkan Tewas Muncul dalam Pesan Suara, Ini Ucapannya

Taliban pekan lalu mengumumkan pemerintahan sementara yang semuanya laki-laki, kebanyakan dari etnis Pashtun, dan didominasi dari anggota veteran gerakan fundamentalis Islam.

Iran yang berbatasan lebih dari 900 km dengan Afghansitan, menampung hampir 3,5 juta warga Afghanistan, mengkhawatirkan masuknya pengungsi baru.

Iran memiliki hubungan yang kontroversial dengan Taliban selama pemerintahan Imarah Islam Afghanistan pada 1996-2001, yang tidak pernah diakui.

Teheran sepertinya ingin mmeperbaiki hubungan dalam beberapa bulan lalu, tetapi pada 6 September, Teheran dengan "keras" mengutuk serangan Taliban di Lembah Panjshir Afghanistan, benteng perlawanan terakhir terhadap gerakan militan itu.

PBB: tuduhan yang dapat dipercaya

Pada hari yang sama Senin (13/9/2021), PBB juga menuduh Taliban melanggar janji mereka terhadap hak-hak perempuan dan inklusivitas di Afghanistan.

Kepala Hak Asasi PBB Michelle Bachelet mengatakan ada "tuduhan yang dapat dipercaya" dengan sejumlah mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan yang dibunuh, dan beberapa pekerja pemerintahan sebelumnya yang ditahan, lalu "ditemukan tewas".

Bachelet juga menyoroti tuduhan penggeledahan dari rumah ke rumah mantan pejabat, penggerebekan terhadap kelompok masyarakat sipil, dan "meningkatkan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan jurnalis", seperti yang dilansir dari AFP pada Senin (13/9/2021).

Baca juga: POPULER GLOBAL: Komandan Taliban Telpon Polisi Afghanistan | Peringatan Jepang Ancaman Teror di Indonesia

Dia mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa dia "kecewa dengan kurangnya inklusivitas dari kabinet sementara, yang tidak mencakup perempuan, dan sedikit non-Pashtun".

Pengumumkan telah dibentuknya pemerintahan sementara Taliban pada pekan lalu, dapat dipahami sebagai langkah kunci dalam konsolidasi kekuasaan mereka atas Afghanistan, setelah menggulingkan pemerintahan yang didukung AS pada 15 Agustus.

Taliban dikenal telah menjalankan pemerintahan yang brutal dan menindas selama 1996 hingga 2001, kali ini mereka telah menjanjikan pemerintahan yang lebih inklusif.

Namun, semua posisi teratas diserahkan kepada para pemimpin kunci dari gerakan dan jaringan Haqqani, faksi paling kejam dari Taliban yang dikenal dengan serangan yang menghancurkan.

Baca juga: Taliban Bersantai di Rumah Mantan Wapres Afghanistan yang Dilengkapi Spa dan Kolam Renang

Wanita dikucilkan

Dalam laporannya terhadap Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Bachelet menekankan bahwa sebagian besar warga Afghanistan sangat ingin mengakhiri konflik dan perpecahan selama beberapa dekade.

"Mereka merindukan perdamaian dan stabilitas di negara, di mana mereka dan anak-anak mereka bisa makmur," tuturnya.

Ia menyoroti janji-janji Taliban untuk menerapkan aturan denan citra yang lebih moderat, termasuk melincdungi hak-hak perempuan.

"Bertentangan dengan jaminan Taliban yang akan menegakkan hak-hak perempuan, selama 3 pekan terakhir para perempuan malah semakin dikucilkan dari ruang publik," ujarnya.

Baca juga: Pesawat Komersial Pertama Mendarat di Kabul sejak Taliban Berkuasa, Ini Nama Maskapainya

Bachelet mengulangi seruannya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk membentuk "mekanisme khusus" untuk memantau situasi hak asasi manusia di Afghanistan dalam upaya untuk memastikan akuntabilitas atas pelanggaran.

Beberapa kelompok hak asasi dan negara juga menyuarakan harapan bahwa sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB saat ini, akan menghasilkan langkah lebih jauh.

Sebelumnya pada Agustus, sidang dewan terhenti dalam memerintahkan penyelidikan internasional atas pelanggaran di negara tersebut.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Senin (13/9/2021) mengatakan bahwa negaranya mendukung "mandat yang kuat" bagi badan tersebut untuk memantau situasi hak asasi manusia di Afghanistan.

"Kami menuntut dari Taliban agar mereka menghormati hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan dan minoritas," katanya, seraya menambahkan bahwa itu akan menjadi "patokan" untuk keterlibatan dan bantuan di masa depan.

Baca juga: Komandan Taliban Telepon Langsung Polisi Afghanistan, Beri Perintah Kembali Amankan Bandara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Global
AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

Global
Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

Global
Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Global
[POPULER GLOBAL] Identitas Penumpang Tewas Singapore Airlines | Fisikawan Rusia Dipenjara

[POPULER GLOBAL] Identitas Penumpang Tewas Singapore Airlines | Fisikawan Rusia Dipenjara

Global
Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Global
Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com