KABUL, KOMPAS.com - Kenapa Taliban susah dikalahkan di Afghanistan tahun ini? Ada tiga faktor yang menjadi jawabannya.
Taliban yang begitu kuat bahkan membuat ibu kota Afghanistan, Kabul, jatuh hanya dalam tempo 10 hari.
Melansir BBC pada Jumat (13/8/2021), berikut adalah tiga faktor kenapa Taliban susah dikalahkan tahun ini.
Baca juga: Kronologi Runtuhnya Pemerintah Afghanistan: Hengkangnya Pasukan AS hingga Jatuhnya Kabul ke Taliban
Pasukan keamanan Afghanistan berjumlah lebih dari 300.000 orang setidaknya di atas kertas. Jumlah itu termasuk angkatan darat, udara, serta kepolisian Afghanistan.
Namun, kenyataannya negara ini selalu kepayahan dalam memenuhi target perekrutan anggota keamanan.
Tentara dan polisi Afghanistan punya riwayat buruk perihal kematian yang tinggi, desersi, serta korupsi.
Sejumlah komandan tak bermoral meminta anggaran yang diklaim untuk pasukannya, namun sebenarnya prajurit-prajurit itu tidak pernah ada. Praktik ini disebut "tentara hantu".
Dalam laporan terbarunya kepada Kongres AS, Inspektur Jenderal Khusus untuk Afghanistan (SIGAR) menyatakan, "Keprihatinan serius tentang efek korupsi yang merusak... dan pertanyaan keakuratan data mengenai kekuatan pasukan yang sebenarnya".
Jack Watling dari Royal United Services Institute mengatakan, bahkan Angkatan Darat Afghanistan tidak pernah yakin berapa banyak pasukan yang sebenarnya mereka miliki.
Selain itu, dia mengungkapkan, ada persoalan dengan perawatan alat pertahanan dan moral.
Pasukan sering dikirim ke wilayah di mana mereka tidak memiliki hubungan suku atau keluarga. Inilah salah satu alasan mengapa beberapa orang kemungkinan begitu cepat meninggalkan posnya tanpa melakukan perlawanan.
Baca juga: Video Milisi Taliban Bersantai di Rumah Panglima Perang Afghanistan yang Melarikan Diri
Menurut Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point, ada perkiraan yang memperlihatkan kekuatan inti kelompok Taliban berjumlah 60.000 orang.
Dengan tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, jumlah mereka bisa melebihi 200.000 personel.
Akan tetapi, Dr Mike Martin mantan perwira tentara Inggris yang menguasai bahasa Pashto dan menelusuri sejarah konflik di Helmand dalam bukunya, An Intimate War, memperingatkan terlalu berbahaya mendefinisikan Taliban sebagai satu kelompok monolitik.
Sebaliknya dia menerangkan, "Taliban lebih mendekati sebuah koalisi longgar dari para pemegang waralaba independen, dan kemungkinan besar bersifat sementara, berafiliasi satu sama lain."
Dia mencatat bahwa pemerintah Afghanistan juga terbelah oleh berbagai kepentingan faksi-faksi di tingkat lokal.