Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China hingga Rusia Bersiap Akui Kepemimpinan Taliban di Afghanistan

Kompas.com - 16/08/2021, 16:39 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Daily Mail

BEIJING, KOMPAS.com - China, Pakistan, Turki, dan Rusia bersiap untuk mengakui secara formal kepemimpinan Taliban di Afghanistan, setelah mereka berhasil merebut Istana Presiden di Kabul pada Minggu (15/8/2021).

Mayoritas kekuatan global enggan untuk mengakui kepemimpinan Taliban, yang pernah digulingkan oleh pasukan koalisi militer pimpinan AS pada 2001.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan bahwa Afghanistan tidak dapat dibiarkan menjadi "tempat berkembang biak teror" lagi.

Baca juga: Kekacauan di Bandara Afghanistan: Suara Tembakan Picu Kepanikan, Warga Berebut Naik Pesawat

Namun, Beijing berniat untuk membentuk hubungan lebih dekat dengan kemungkinan pemerintahan baru, dengan media pemerintah mempersiapkan masyarakat untuk menerima kemungkinan skenario bahwa Partai Komunis mengakui kelompok Islamis.

Di China, serangkaian foto dipublikasikan pada Juli di media pemerintah, yang menunjukkan Menteri Luar Negeri Wang Yi berdiri di samping pejabat Taliban yang berkunjung di Tianjin, seperti yang dilansir dari Daily Mail pada Minggu (15/8/2021).

Sementara, Kremlin mengatakan tidak ada rencana untuk mengevakuasi Kedutaan Rusia di Kabul, dengan media pemerintahnya melaporkan bahwa kelompok Islam Sunni telah berjanji untuk menjamin keselamatan staf dilomat Rusia.

Juru bicara politik Taliban Suhail Shaheen mengatakan kepada Associated Press (AP) bahwa "Kelompoknya memiliki hubungan baik dengan Rusia" dan "kebijakan secara umum memastikan kondisi aman untuk berfungsinya kedutaan Rusia dan lainnya".

Baca juga: Taliban Rebut Kabul, Inggris dan NATO Tak Berniat Kembali ke Afghanistan

Kunjungan Taliban di China

Pada Juli, pejabat China berpose dengan pejabat Taliban di Tianjin, yang dipandang sebagai pengakuan atas kemungkinan kebangkitan kelompok teror tersebut di Afghanistan setelah penarikan pasukan AS di sana.

"Bahkan jika mereka (Taliban) tidak dapat mengendalikan negara sepenuhnya, mereka tetap akan menjadi kekuatan signifikan untuk diperhitungkan," kata seorang analis yang akrab dengan kebijakan luar negeri China, yang menggunakan nama pena Niutanqin atau "Zither-Playing Cow" pada Kamis (12/8/2021).

Pada Jumat (13/8/2021), Global Times, media yang didukung pemerintah, mempublikasikan wawancara dengan Taliban, pemimpin partai oposisi pemerintah Afghanistan.

"Pemerintah transisi harus menyertakan Taliban," kata pihak Taliban saat itu kepada Global Times.

Sebelum langkah pendekatan China terhadap Taliban ini, Beijing sebenarnya telah lama menyalahkan ekstremis religius sebagai kekuatan ketidakstabilan di barat wilayah Xinjiang, dan mengkhawatirkan bahwa wilayah yang dikontrol Taliban akan digunakan untuk menampung kekuatan separatis.

Baca juga: Pemerintahan Biden Akui Salah Perhitungan Tarik Pasukan AS dari Afghanistan

Wang berharap Afghanistan dapat memiliki "kebijakan Islamis moderat" ke depan, dengan China tetap menekankan kebijakan non-intervensi dalam urusan internal negara lain.

Ketika Taliban terakhir berkuasa di Afghanistan antara 1996-2001, China telah menangguhkan hubungan dengan negara itu sejak 1993 dengan menarik diplomatnya menyusul pecahnya perang saudara.

Namun, China dapat memanfaatkan fakta bahwa negaranya tidak pernah memerangi mereka Taliban, tidak seperti AS.

Halaman:
Sumber Daily Mail
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com