KOMPAS.com - Hanya selang beberapa jam setelah Taliban memerintahkan anggotanya untuk mengepung ibu kota Kabul, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dilaporkan meninggalkan negaranya.
Mohammad Ashraf Ghani Ahmadzai lahir pada 19 Mei 1949.
Kariernya membentang luas, hingga dikenal sebagai seorang politikus, akademisi, dan ekonom Afghanistan.
Pada 2014, dirinya akhirnya menjabat sebagai Presiden Afghanistan, dan terpilih kembali pada pemilihan presiden 28 September 2019.
Baca juga: Sebut AS Bisa Hapus Afghanistan dari Muka Bumi, Presiden Ashraf Ghani Minta Klarifikasi Trump
Sebelum kembali ke Afghanistan pada 2002, Ghani dikenal sebagai seorang profesor antropologi di berbagai institusi, termasuk Universitas Johns Hopkins.
Dia kemudian mulai bekerja dengan Bank Dunia dan menjadi Menteri Keuangan Afghanistan antara Juli 2002 dan Desember 2004.
Ghani memimpin upaya pemulihan ekonomi Afghanistan setelah runtuhnya pemerintahan Taliban.
Pada tahun 2005, dua memberikan ceramah di TED, membahas bagaimana membangun kembali negara yang rusak seperti Afghanistan.
Pada tahun 2013, Ghani menduduki peringkat ke-50 dalam jajak pendapat online "100 Intelektual Top Dunia" yang dilakukan majalah Foreign Policy dan Prospect.
Baca juga: Cerita Jokowi di Afghanistan, Deg-degan Ancaman Bom hingga Jaminan Ashraf Ghani
Sebagai seorang politisi independen, Ghani berada di urutan keempat dalam pemilihan presiden 2009.
Pada putaran pertama pemilihan presiden 2014, Ghani mendapatkan 35 persen suara, kedua setelah Abdullah yang mendapatkan 45 persen suara.
Namun, pada putaran kedua, Ghani memperoleh sekitar 55,3 persen suara sementara Abdullah memperoleh sekitar 44,7 persen suara yang diberikan.
Akibatnya, kekacauan pun terjadi dan AS turun tangan untuk membentuk pemerintahan persatuan.
Ghani terpilih kembali ketika hasil akhir pemilihan presiden 2019 diumumkan setelah penundaan yang lama pada 18 Februari 2020.
Dia dilantik sebagai presiden untuk masa jabatan lima tahun kedua pada 9 Maret 2020.
Baca juga: Di Afghanistan, Jokowi Jadi Imam Shalat Presiden Ashraf Ghani
Ghani, yang berasal dari suku Ahmadzai Pashtun ini, pada masa mudanya dikenal sebagai siswa pertukaran pelajar di Lake Oswego High School di Lake Oswego, Oregon dan lulus tahun 1967.
Ghani lantas ber mkuliah di American University di Beirut di mana sia memperoleh gelar sarjana pada tahun 1973, dan lanjut studi di Universitas Columbia, di mana ia memperoleh gelar master pada 1977, dan gelar PhD pada 1983.
Pengalaman panjang ditambah pendidikan yang matang itulah yang membuat Ghani disegani.
Selama masa jabatannya, Ghani telah memperkuat hubungan dengan negara-negara Asia Tengah seperti Uzbekistan, dan telah membuat kesepakatan untuk meningkatkan perdagangan timbal balik.
Rute perdagangan baru juga telah diluncurkan di wilayah yang lebih luas. The Chabahar Pelabuhan di Iran memungkinkan peningkatan perdagangan dengan India sekaligus menghindari wilayah Pakistan.
Jalur kereta api dari Khaf di Iran ke Herat di Afghanistan dibuka pada akhir 2018. Pada tahun 2017, jalur kereta api dari Turkmenistan diperpanjang ke Aqinadi Afghanistan, pendahulu dari koridor transportasi "Lapis Lazuli" yang ditandatangani Ghani pada tahun yang sama.
Ini menghubungkan Afghanistan dengan Kaukasus dan Laut Hitam.
Baca juga: Taliban: Tidak Ingin Monopoli Afghanistan, Hanya Presiden Ashraf Ghani Harus Dicopot
Ghani dikenal punya sikap sendiri tentang Taliban.
Dalam sebuah wawancara dengan Vice News, Ghani mengatakan bahwa "hatinya hancur untuk Taliban".
Dia lebih lanjut menyatakan bahwa Taliban adalah orang Afghanistan dan dia adalah presiden dari semua orang Afghanistan.
Ghani pun mengatakan bahwa dia bersedia menawarkan paspor Afghanistan kepada Taliban dan mengakui mereka sebagai kelompok politik yang sah di Afghanistan.
Ini sebagai upaya untuk mencapai kesepakatan damai dengan mereka.
Baca juga: Kekerasan Taliban Meningkat, PBB Laporkan 27 Anak Afghanistan Tewas dalam 3 Hari
Pada Maret 2021, dalam upaya untuk memajukan pembicaraan damai, Ghani semakin menyatakan niatnya.
Dia meyakinkan Taliban untuk mengadakan pemilihan baru dan memungkinkan pembentukan pemerintahan baru melalui proses demokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.