TUNIS, KOMPAS.com - Kudeta Tunisia yang dilakukan oleh presidennya sendiri, Kais Saied, pada Senin (26/7/2021) adalah yang terburuk dalam 10 tahun demokrasi negara itu.
Saied secara sepihak memecat Perdana Menteri Hichem Mechichi, membekukan parlemen dengan bantuan tentara, yang dikecam sebagai kudeta oleh partai-partai utama negara itu
Tindakan Saied adalah buntut konflik berbulan-bulan dengan Mechichi dan parlemen yang terfragmentasi, ketika Tunisia jatuh dalam krisis ekonomi yang diperburuk oleh pandemi Covid-19.
Baca juga: Tunisia Memanas, Presiden Pecat Perdana Menteri dan Bekukan Parlemen
Reuters mewartakan, massa oposisi yang menentang langkah Saied kemudian ricuh di jalan, memperingatkan bahwa dia membahayakan sistem demokrasi yang dianut setelah pemberontakan Arab Spring 2011.
Saied menggunakan kekuatan darurat di bawah konstitusi pada Minggu malam (25/7/2021) untuk membubarkan Mechichi dan menangguhkan parlemen selama 30 hari.
Setelah ketua parlemen menyerukan protes terhadap penggulingan itu, Saied pada Senin memperpanjang pembatasan mobilitas Covid-19, dan bersumpah setiap oposisi yang rusuh akan ditindak oleh aparat. Dia juga menolak tuduhan kudeta.
Gedung Putih mengatakan belum menentukan apakah tindakan Saied merupakan kudeta. Namun Kementerian Luar Negeri AS memperingatkan Tunisia agar tidak menyia-nyiakan keuntungan demokrasinya.