Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Anak Pendiri Tapol Carmel Budiardjo: Dia Bukan Tipe Ibu Tradisional

Kompas.com - 11/07/2021, 14:22 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

"Sebagai anak sembilan tahun, saya kira itu seperti petualangan bagi saya, seperti sesuatu yang tak nyata. Saya pikir saya masih terlalu kecil untuk menyerap apa yang terjadi."

Baca juga: China Minta AS untuk Ngaca Soal Catatan HAM

Sang kakak, Tari tahu lebih banyak apa yang mungkin terjadi. Ia menerka-nerka kedua orang tuanya barangkali tahu lebih banyak dari apa yang mereka ceritakan kepadanya.

"Sebenarnya saya sudah cukup aktif. Karena usia saya 14 tahun pada saat itu, saya sudah mulai terlibat secara politik. Saya menjadi anggota IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), organisasi kesiswaan pro-Sukarno," ujar Tari.

Ditambahkan nama Suharto belum dikenal banyak di mata publik sampai sosok di tubuh Angkatan Darat itu mengambil alih militer serta kendali negara.

Baca juga: Bertemu Tatap Muka dengan Putin, Biden Rencana Singgung Pelanggaran HAM

Kedua orang tua dipenjarakan, Ali Sadikin turun tangan

Pascapembunuhan para petinggi TNI Angkatan Darat, seluruh unsur yang terkait dengan PKI--mulai dari anggota PKI, organisasi yang dekat partai itu, hingga pemimpinnya--ditangkap dan dijebloskan ke tahanan. Tak terkecuali adalah Suwondo Budiardjo selaku pengurus bidang luar negeri PKI.

Suatu hari, menurut Anto, ada beberapa kendaraan jip yang mendatangi rumah. Orang-orang berseragam militer mencari orang tuanya. Ayahnya dibawa pergi dan ditahan. "Ingatan itu membekas," tuturnya.

"Sebenarnya ia ditangkap dua minggu setelah tiba dari misi dagang ke Jepang. Jadi ia masih bersatus sebagai pegawai negeri," kata Tari seraya menambahkan ayahnya sempat dibebaskan sebelum ditangkap lagi sebanyak dua kali.

Selang tiga tahun kemudian, pada 3 September 1968, giliran ibu mereka yang diciduk dengan tudingan sebagai anggota Komite Pusat PKI. Tetapi dalam berbagai kesempatan, Carmel menampik tuduhan itu.

Apa yang dilakukan untuk PKI, versi Carmel, adalah sekedar membantu menerjemahkan dokumen-dokumen kepartaian. Di samping itu, ia aktif di Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang berafiliasi kiri di zaman tersebut.

Baca juga: Kepala HAM PBB: Serangan Israel di Gaza Mungkin Termasuk Kejahatan Perang

Karena Suwondo dan Carmel dijebloskan ke penjara tanpa kepastian kapan akan dibebaskan,—Carmel menghuni Penjara Bukit Duri, Jakarta Selatan dan Suwondo di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat—kerabat dan teman-teman keluarga berembuk. Tari dan Anto dikirim ke London untuk tinggal bersama keluarga Carmel.

Sampai sekarang Tari masih mengingat kesetiaan banyak kerabat dan teman keluarga, termasuk para akademisi asing yang sebelumnya kerap berkumpul di rumahnya, memastikan ia dan adiknya terurus dengan baik.

Pada saat bersamaan, militer berusaha mengambil alih rumah keluarga yang tentu mempunyai nilai besar. Lagi-lagi berkat campur tangan teman keluarga, masih menurut Tari, rumah tidak jadi berpindah tangan.

"Ali Sadikin melindungi rumah kami sehingga tidak seorang pun akan mengambil alihnya."

Gubernur Jakarta tersebut mengutus orang untuk menempelkan stiker pada pintu bertuliskan pengumuman bahwa rumah keluarga Budiadrjo tak boleh diutak-utik oleh siapa pun.

Baca juga: Kenapa Indonesia Dituding Injak-injak HAM dalam Pengembangan “Bali Baru” Mandalika

"Yang cukup menarik, militer menempelkan stiker di pintu bagian luar bahwa rumah akan diambil alih. Ali Sadikin mengirimkan orang-orangnya untuk memasang stiker di dalam rumah bahwa tak seorang pun boleh menyentuh rumah kami.

"Dengan demikian rumah kami aman karena dipasangi dua stiker, satu dari militer dan satu dari Ali Sadikin," jelas Tari yang sudah remaja kala itu.

Pada akhirnya, ia dan adiknya harus meninggalkan Jakarta dan memulai hidup baru di ibu kota Inggris.

Sesudah mendiami tahanan selama tiga tahun, Carmel Budiardjo pun akhirnya menghirup udara bebas meski dengan syarat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com