Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dokter AS Tangani Korban Gelombang Panas: Kondisinya Mirip Awal Pandemi Covid-19

Kompas.com - 30/06/2021, 16:53 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Gelombang panas di wilayah Barat Laut Pasifik juga memengaruhi Ibu Kota Amerika Serikat (AS), hingga memakan korban jiwa.

Dua orang di Washington DC kepanasan hingga meninggal di tengah rekor suhu tertinggi di negara bagian itu, melansir New York Post pada Selasa (29/6/2021).

Setidaknya 10 persen dari semua kunjungan ruang gawat darurat di RS King County pada Senin (28/6/2021) penuh dengan pasien terkait gelombang panas.

Baca juga: Gelombang Panas Hantam Kanada, Ratusan Orang Tewas

Dr Jeremy Hess memulai shiftnya di Harbourview Medical Center pada Senin (28/6/2021) pukul 10 malam waktu setempat.

Saat itu, suhu dari gelombang panas yang paling menyiksa di wilayah itu akhirnya mulai turun, setelah mencapai puncaknya dengan 108 derajat Fahrenheit (42 derajat Celsius) pada sore hari.

Tapi, menurutnya kondisi lapangan mirip dengan awal pandemi Covid-19 di negara bagian itu.

Segera, "kami mendapat pemberitahuan kondisi EMS (layanan medis darurat), dengan dua pasien dalam serangan panas datang secara berurutan," kata Hess kepada Seattle Times.

Para pasien terus mengalir sepanjang malam. Banyak yang harus memakai ventilator; beberapa menderita masalah ginjal atau jantung.

Hess melihat satu pasien yang menderita luka bakar tingkat tiga di telapak kakinya, karena berjalan tanpa alas kaki di aspal panas.

Dilaporkan pada Senin (28/6/2021), 223 orang melakukan kunjungan ke departemen darurat “King County” untuk penyakit yang berhubungan dengan panas.

Setidaknya dua orang meninggal karena paparan panas, termasuk seorang wanita Seattle berusia 65 tahun dan seorang wanita Enumclaw berusia 68 tahun, menurut kantor Pemeriksa Medis King County.

Penyebab kematian mereka adalah hipertermia, yang berarti tubuh mereka menjadi terlalu panas.

Semantara itu ada juga laporan seorang anak laki-laki berusia 4 tahun tenggelam pada hari yang sama.

Para ahli mengatakan angka-angka itu kemungkinan hanya mewakili sebagian dari korban yang mendapat dampak langsung dari suhu ekstrem panas pada kesehatannya.

“Rasanya sangat mirip dengan apa yang terjadi pada hari-hari awal mencoba menangani wabah asli [virus corona] di Life Care Center di Kirkland,” kata Dr Steve Mitchell, direktur medis departemen darurat di Harborview.

“Kami sampai pada titik di mana fasilitas (medis) berjuang dengan peralatan dasar, seperti ventilator.”

Baca juga: Gelombang Panas Hantam Kanada, Suhunya Capai 46,6 Derajat Celsius

Ratusan pasien

Sekitar 10 persen dari semua kunjungan ruang gawat darurat pada Senin (28/6/2021) disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan panas, menurut data yang diberikan oleh Kesehatan Masyarakat, Seattle & King County.

Selama tiga hari gelombang panas, 357 penduduk King County mengunjungi ruang gawat darurat untuk keluhan terkait panas.

Padahal sejak Januari 2018, kunjungan tertinggi satu hari ke ruang gawat darurat untuk penyakit semacam itu adalah sembilan pasien.

Tapi awal minggu ini, 68 dari 223 warga yang mengunjungi ruang gawat darurat dirawat. Gagal ginjal akut, ensefalopati dan demam adalah diagnosis yang paling umum.

Pekerja medis darurat juga menanggapi 165 panggilan terkait panas.

Mereka hanya menangani 91 panggilan sepanjang 2020, menurut Gabriel Spitzer, juru bicara Kesehatan Masyarakat, Seattle & King County.

Gelombang panas, yang menurut para ahli didorong oleh perubahan iklim, berlanjut ke timur Cascades. Suhu perlahan mendingin, tetapi masih di atas rata-rata untuk sepanjang tahun ini, menurut kantor Spokane Layanan Cuaca Nasional.

Suhu di bagian Washington DC lainnya seperti Ephrata, Wenatchee, Yakima dan Spokane, semuanya melampaui rekor suhu tertinggi dari sebelumnya pada Selasa (29/6/2021). Tercatat masing-masing mencapai 47, 45, 45 dan 43 derajat Celsius.

Baca juga: Gelombang Panas Akan Terjang Australia, Suhu Capai 47 Derajat Celcius

UGD yang mengerikan

Pengalaman di Harborview sangat “intens,” kata Hess, yang juga direktur Pusat Kesehatan dan Lingkungan Global Universitas Washington.

“Itu volume (pasien) yang cukup besar. Mereka semua adalah pasien yang sangat, sangat sakit. Sistem (kesehatan) secara keseluruhan tegang.”

Segera setelah Hess mendapat kabar tentang dua pasien “heatstroke” pertamanya, tim pekerja medis bergegas mengenakan alat pelindung diri (APD). Pasalnya, status virus corona pasien tidak diketahui.

“Sudah panas. Dengan ini (APD) lebih panas," kata Hess tentang perlengkapannya.

Pasien pertama mengalami stroke selain menderita panas. Sementara pasien kedua meninggal sebelum sampai di rumah sakit.

Kemudian, pasien ketiga datang. Tim harus melakukan intubasi dan menempatkannya di ventilator.

Hess mengatakan dia terkejut dengan jumlah pasien yang sangat sakit.

“Biasanya dalam shift tertentu, saya mungkin melihat beberapa pasien selama delapan jam. Dalam hal ini, saya melihat tiga dalam waktu sekitar 45 menit, dan itu hanya menurut pandangan saya.”

Pada pukul 11.30 waktu setempat, Mitchell, Direktur Departemen Darurat, mengaktifkan Pusat Koordinasi Medis Bencana regional.

Pusat itu bertindak seperti kontrol lalu lintas udara. Fungsinya menyebarkan pasien ke seluruh area rumah sakit sehingga tidak ada satu tempat pun yang kewalahan.

Pusat itu akan mengatur aliran pasien hingga pukul 5.30 pagi pada Selasa (29/6/2021), kata Mitchell.

Hess mengatakan dia merawat sebagian besar pasien yang lebih tua. Mereka tidak memiliki AC dan ditemukan sangat sakit oleh orang lain.

Baca juga: Gelombang Panas Akan Terjang Australia, Suhu Capai 47 Derajat Celcius

Orang-orang datang untuk menangani segala hal mulai dari "serangan panas (esktrem) klasik, yang bisa memengaruhi mental seseorang dan mereka yang benar-benar panas (tubuhnya)."

Selain itu ada juga yang sampai mengalami gejala stroke, masalah kardiovaskular, masalah pernapasan, dan gagal ginjal.

“Ini adalah periode yang memberi pelajaran bagi saya. Ini benar-benar menyadarkan saya bahwa perubahan iklim jelas mendorong peristiwa ini,” kata Hess.

"Ini adalah periode pertama (gelombang panas), di mana saya ikut membantu mengelola."

Hess mengatakan dia senang hanya panas yang memengaruhi daerah itu. Artinya, tidak ada tambahan kasus dari asap kebakaran atau pemadaman aliran listrik, yang merupakan masalah iklim tambahan.

“Di masa depan, kita mungkin bisa melihat yang lebih buruk (perubahan iklim),” kata Hess.

“Itu adalah pesan yang menjengkelkan dan menakutkan bagi orang-orang, tetapi itu adalah pesan yang perlu didengar semua orang. Kita perlu mulai merencanakan untuk kemungkinan-kemungkinan itu.”

Kawasan Barat Laut Pacific telah dicengkeram oleh gelombang panas bersejarah selama beberapa hari terakhir. Seattle mencapai suhu terpanasnya hingga 108 derajat Fahrenheit (45 derajat Celsius) pada Senin malam (28/6/2021).

Suhu terik seperti ini sebelumnya tidak pernah terdengar di wilayah yang rata-rata suhu tingginya di bulan Juni adalah sekitar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat Celsius).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com