NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Sebuah kelompok milisi di Negara Bagian Kayah yang dilanda konflik Myanmar mengumumkan penghentian serangan terhadap sasaran militer pada Selasa (15/6/2021).
Keputusan itu diambil setelah adanya seruan dari masyarakat setempat untuk menghentikan pertempuran. Pasalnya serangan itu telah merusak rumah dan membuat lebih dari 100.000 orang mengungsi.
Baca juga: Viral di Internet, Gerakan Anti-junta Militer Myanmar Dukung Rohingya
Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF), salah satu yang terbesar dari beberapa milisi sipil yang dibentuk dalam beberapa pekan terakhir untuk menentang kudeta militer 1 Februari, mengatakan untuk sementara menangguhkan serangan.
Tetapi mereka menekankan tetap menentang pengambilalihan junta militer Myanmar.
"KNDF mendesak orang-orang untuk bersatu," katanya dalam sebuah pernyataan melansir Reuters pada Selasa (15/6/2021).
Pasukan Pertahanan Rakyat yang bersekutu dengan kelompok-kelompok pro-demokrasi telah membantu menahan upaya junta untuk mengonsolidasikan kekuasaan.
Tetapi beberapa aktivis mengatakan penggunaan senjata berat oleh junta militer Myanmar sebagai tanggapan atas serangan mereka telah membahayakan nyawa tak berdosa.
A new horrific low in Myanmar as #Myanmar junta incinerated an entire village on Tuesday night in Pauk, central Magway area, reducing it to ashes. Some elderly burned to death. Follows a protest march in the village on Sunday. Evokes nightmare images of Vietnam War era. https://t.co/GwXAfRyxDI
— Min Ye Kyaw (@matthewcmli) June 16, 2021
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi.
Kudeta dilakukan dengan alasan penolakan militer dan untuk mengatasi apa yang dikatakannya sebagai penipuan dalam pemilihan November.
Sementara Pengamat internasional mengatakan pemungutan suara itu adil.
Baca juga: Menlu China: Beijing Dukung Myanmar Pilih Jalannya Sendiri
Milisi, banyak yang dipersenjatai dengan senapan berburu. Selama berminggu-minggu mereka telah menyergap pasukan keamanan di wilayah perbatasan Myanmar. Termasuk di Negara Bagian Chin, Shan, Karen dan Kayah.
Banyak serangan yang mereka lakukan karena tuntutan yang tidak terpenuhi, untuk pembebasan orang-orang lokal yang ditangkap setelah bergabung dengan protes anti-kudeta nasional.
Militer menyebut mereka "teroris" karena bersekutu dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dilarang.
NUG, atau pemerintah bayangan Myanmar mengumumkan pembentukan milisi enam minggu lalu, sebagai bagian dari strateginya untuk mengalahkan junta.
NUG tidak segera menanggapi permintaan komentar dan juru bicara militer tidak menjawab panggilan Reuters.
AAPP DAILY UPDATE (11/06)
861 killed by this junta
5985 total arrested since coup
4823 currently detained/sentenced
1936 evading arrest warrant
brief https://t.co/VJcDWgelj6
— AAPP (Burma) (@aapp_burma) June 11, 2021
detained https://t.co/uZsPWlWDzQ
fatalities https://t.co/jvLUUF10Iz
releases https://t.co/HCJBrRClog pic.twitter.com/L4jGnN3gpu
Pengumuman KNDF datang beberapa hari setelah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengutuk penggunaan senjata berat yang "keterlaluan" oleh tentara, termasuk di Negara Bagian Kayah.
Tetapi utusan PBB juga mendesak milisi untuk menjaga warga sipil dari bahaya.
Sementara itu, militer Myanmar pada Senin (15/6/2021) mengatakan Bachelet dalam kecamannya gagal menyebutkan "tindakan sabotase dan terorisme" dan "penderitaan dan kematian pasukan keamanan".
Baca juga: Pesawat Militer Myanmar Jatuh, Jumlah Korban Simpang Siur