Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Livonia, Etnis Minoritas Terkecil di Eropa yang Hampir Punah

Kompas.com - 23/05/2021, 23:52 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

RIGA, KOMPAS.com - Puluhan ribu penduduk Livonia pernah hidup bahagia di pantai barat terpencil Latvia, kawasan Baltik, Eropa utara. Namun kini, populasinya diperkirakan hanya 200 orang, menjadikannya etnis minoritas terkecil di Eropa.

Saat Davis Stalts mengingat tentang kakeknya yang seorang pelaut, digambarkan layaknya seorang pahlawan dalam cerita mitos. "Dia memiliki tangan sebesar ini dan dia terbuat dari baja."

Stalts bercerita sambil duduk di H?genskalna Kom?na, sebuah bar dan pusat budaya yang didirikan oleh Stalts di Riga, ibu kota Latvia. Tersembunyi di lingkungan yang remang-remang di tepi kiri sungai Daugava.

Baca juga: Budaya Hawker Singapura Mendapat Pengakuan UNESCO

Stalts memiliki mata abu-abu dan tubuh gagah, jadi tidaklah sulit untuk membayangkan pria remaja ini mengagumi kakeknya, seorang kapten raksasa yang telah mengarungi dunia dan melewati beragam petualangan laut.

Namun, kapten tua itu jarang berbicara dalam bahasa etnisnya. Pada waktu Stalts berusia 10 tahun, dia mulai menyadari bahwa selain beberapa kerabat, tidak ada orang lain di sekitarnya yang berbicara seperti ini.

"Saya berpikir apa yang terjadi? Mengapa tidak ada yang berbicara bahasa ini? Hanya beberapa orang yang sudah sangat tua," ujar Stalts seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Minggu (23/5/2021). 

Faktanya, kakek Stalts adalah salah satu penutur asli terakhir bahasa Livonia, bahasa yang sekarang dianggap oleh ahli bahasa terancam punah.

Tidak seperti bahasa Latvia, yang merupakan bahasa Indo-Eropa dari kelompok Baltik, Livonia termasuk dalam kelompok bahasa Finno-Ugric, yang sebagian besar digunakan oleh etnis minoritas di Rusia modern.

Seperti sepupunya, Finlandia dan Estonia, Livonia memiliki tata bahasa yang rumit. Ada 17 ciri, yaitu seperti kata benda yang tidak memiliki gender, dan tidak ada kalimat dengan bentuk masa depan.

Baca juga: Kekerasan Seksual di Mesir, Melawan Budaya Diam

Berabad-abad lalu, ras nelayan Finno-Ugric ini berkembang pesat di pantai barat terpencil Latvia, dengan 30.000 orang berbicara bahasa tersebut pada abad pertengahan.

Warga Livonia dengan hati-hati melestarikan warisan unik itu saat wilayah tersebut berpindah tangan dari Jerman ke Rusia, dan akhirnya, pada awal abad ke-20, menjadi bagian dari Republik Latvia yang merdeka.

Namun, di dekade perang dan pendudukan Soviet yang membawa represi, eksekusi, dan deportasi yang keras bagi orang Latvia dan Livonia bagi Joseph Stalin, siapa pun yang memiliki identitas nasional yang kuat adalah ancaman.

Nasib keluarga Stalts adalah bukti cobaan mengerikan yang dialami banyak orang Livonia ketika Soviet "menyapu" negara-negara Baltik saat Nazi mundur pada 1944.

Menyadari kedatangan Tentara Merah, saudara laki-laki kakeknya melarikan diri dari desa asalnya Kolka dengan perahu ke Swedia bersama dengan banyak warga Livonia lainnya.

Saudara perempuannya ditangkap dan dijatuhi hukuman 25 tahun di Siberia, baru kembali pada pertengahan 1950-an setelah kematian Stalin. Suaminya, seorang polisi setempat, ditembak.

Pada saat Latvia memperoleh kembali kemerdekaannya pada 1991, komunitas Livonia telah terpecah-pecah, dan perkawinan silang dengan orang Latvia telah menyusutkan penggunaan bahasa Livonia.

Baca juga: Sudan Tetapkan Budaya Sunat Perempuan Jadi Tindak Pidana

Grizelda Kristi?a, penutur asli terakhir bahasa Livonia, meninggal pada 2013, menyisakan segelintir orang Livonia yang hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa tersebut.

Para orang tua terlalu takut akan hukuman dari Soviet, jika berbicara dengan anak-anak mereka dalam bahasa Livonia.

"Karena itulah bahasa ibu kami hampir punah," keluh Stalts. "Hanya dalam waktu 50 tahun, Uni Soviet melakukan apa yang tidak bisa dilakukan 700 tahun zaman Jerman. Ini sulit, sangat sulit bagi bangsa kami," ungkapnya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com