Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinyal Keretakan Hubungan, Biksu Myanmar Tuding Junta Militer Bunuh Warga Sipil

Kompas.com - 17/03/2021, 15:02 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Kelompok biksu Buddha paling berpengaruh di Myanmar meminta junta militer untuk mengakhiri kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Para biksu tingkat atas dari Komite Sahgha Maha Nayaka (Mahana) menuduh pasukan keamanan Myanmar telah menyiksa dan membunuh warga sipil tak berdosa.

Hal itu diwartakan portal berita Myanmar Now pada Rabu (17/3/2021) mengutip draf pernyataan sikap dari komite Mahana.

Salah satu biksu anggota komite Mahana mengatakan, para biksu berencana merilis draf pernyataan tersebut pada Kamis (18/3/2021) setelah berkonsultasi dengan Menteri Agama Myanmar.

Para biksu di Myanmar memainkan peran penting dalam menegakkan demokrasi di Myanmar.

Baca juga: Pemakaman Massal Terjadi di Myanmar Saat 149 Orang Telah Dibunuh Junta Militer

Melansir Channel News Asia, para biksu berada di garda terdepan dalam “Revolusi Saffron" pada 2007 melawan junta militer yang saat itu masih berkuasa di Myanmar.

Revolusi tersebut membantu membuka jalan bagi reformasi demokrasi di Myanmar hingga akhirnya Myanmar kembali berada di dalam cengkeraman junta setelah kudeta militer pada 1 Februari.

Draf pernyataan tersebut menandakan keretakan hubungan antara para biksu, yang biasanya bekerja sama dengan pemerintah, dengan junta militer Myanmar.

Sejak militer mengambil alih kekuasaan dengan menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, gelombang demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar menjadi tak terbedung.

Baca juga: Pengunjuk Rasa Myanmar Bantah Bakar Pabrik-pabrik China, Tuding Ada Setting-an Militer

Junta militer lantas melakukan kekerasan bahkan tak segan membunuh untuk membubarkan demonstrasi.

Hingga Selasa (16/3/2021), Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan bahwa lebih dari 180 demonstran tewas.

Pada Selasa malam waktu setempat, pasukan keamanan melepaskan tembakan dan seorang pria berusia 28 tahun tewas dalam aksi demonstrasi di Yangon.

Junta militer menonaktifkan layanan internet seluler sehingga menyulitkan verifikasi informasi. Di sisi lain, hanya sedikit rakyat Myanmar yang memasang layanan Wi-Fi.

Baca juga: Militer Myanmar: Diperintah Terang-terangan Tembak Warga Sipil, Bahkan Bunuh Orangtua Sendiri

Warga kabur

Junta memberlakukan darurat militer untuk beberapa wilayah di Yangon. Ribuan warga Hlaingthaya di Yangon pilih melarikan diri karena takut.

Pada Minggu, pabrik-pabrik yang didanai China di Hlaingthaya dibakar oleh demonstran. Hal tersebut dibalas dengan kebrutalan oleh junta militer di mana 40 orang dilaporkan telah dibunuh pasukan keamanan.

"Di sini seperti zona perang, mereka menembak di mana-mana," kata seorang pengatur tenaga kerja di daerah itu kepada Reuters.

Dua dokter mengatakan kepada Reuters bahwa masih ada orang yang terluka yang membutuhkan perawatan medis di daerah tersebut, tetapi tentara telah memblokir akses ke sana.

Di sisi lain, media pemerintah China telah memperingatkan bahwa Beijing dapat bertindak jika bisnis milik China diusik.

Banyak orang di Myanmar percaya bahwa China mendukung junta militer.

Baca juga: Mantan Tentara Myanmar Ungkap Alasan Membelot dan Memilih Bergabung dengan Gerakan Anti-kudeta

Tuduhan Pengkhianatan

Perancis mengatakan, Uni Eropa akan mengeluarkan sanksi terhadap dalang di balik kudeta di Myanmar pada Senin pekan depan.

Di sisi lain, pemerintah bayangan Myanmar yang dibentuk anggota parlemen yang digulingkan, menuduh junta militer telah melakukan pengkhianatan.

Utusan khusus parlemen Myanmar yang dibubarkan untuk PBB, Sasa, mengatakan junta militer telah berkhianat.

"Para jenderal telah melakukan tindakan pengkhianatan setiap hari. Mengambil apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri, menyangkal hak-hak rakyat, dan menindas yang menghalangi jalan mereka," kata Sasa dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: PBB: Peringatan Bahaya, Harga Makanan dan Bahan Bakar Mulai Naik di Myanmar

Sasa sendiri didakwa oleh junta militer karena mengampanyekan pembangkangan sipil dan meminta dunia internasional menjatuhkan sanksi kepada miluter Myanmar.

Media pemerintah di Myanmar melaporkan bahwa pihak berwenang telah menahan seorang pejabat dari Open Society Myanmar, sebuah organisasi yang terafiliasi dengan Open Society Foundation.

Open Society Foundation merupakan organisasi filantropi yang didirikan seorang miliarder George Soros.

Pasukan keamanan Myanmar juga sedang mencari 11 karyawan Open Society Myanmar lainnya karena curiga bahwa kelompok tersebut memberikan dana kepada penentang kekuasaan militer.

Baca juga: Digeruduk Militer, Warga Kota Miskin Myanmar Kabur Naik Pikap dan Truk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com