PYONGYANG, KOMPAS.com - Warga Korea Utara disebut mengalami kelaparan, buntut aturan ketat untuk menangkal penyebaran Covid-19.
Berdasarkan laporan penyidik PBB, protokol ketat itu berimbas pada pelanggaran hak asai manusia dan kesulitan ekonomi masyarakat.
Hingga saat ini, negara penganut ideologi Juche itu masih mengeklaim nol kasus virus corona meski berbatasan dengan China.
Baca juga: PBB Tekan Negara Teluk Beri Bantuan Rp 50 Triliun Lebih untuk Kelaparan Skala Besar di Yaman
Setahun terakhir, pemerintah Korea Utara menutup perbatasan, membatas perjalanan antar-negara maupun internasional.
Akibatnya, sekelompok diplomat Rusia dan keluarganya terpaksa meninggalkan Korut menggunakan troli yang dikayuh memakai tangan.
Kelompok berisi delapan orang, termasuk anak tiga tahun, harus bepergian 32 jam pakai troli dan dua jam dengan bus untuk mencapai Rusia.
Kekhawatiran kelaparan yang dialami rakyat Korut diungkapkan Tomas Ojea Quintana, Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Korea Utara.
Dalam laporannya seperti dikutip Reuters, Quintana menyatakan isolasi Pyongyang atas Covid-19 sudah jelas melanggar HAM.
Dia pun menyerukan pemerintahan Kim Jong Un untuk memastikan dampak penerapan protokol tak sampai lebih besar dari wabah.
Baca juga: Satu Keluarga Tewas Kelaparan di Gurun, Sempat Tulis Kata-kata Terakhir
Jumlah diplomat yang bertugas di Korut menyusut pada tahun lalu. Banyak kedutaan negara Barat tutup karena dilarang merotasi personel.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan