NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Foto seorang suster yang berlutut di depan sebarisan polisi di Myanmar viral di Twitter.
Foto tersebut dibagikan oleh Uskup Agung Katolik Roma di Yangon, Myanmar, Kardinal Charles Maung Bo, melalui akun Twitter-nya.
Maung Bo mengunggah sejumlah foto mengenai kejadian tersebut di akun Twitter-nya pada Minggu (28/2/2021).
Dalam unggahan tersebut, Maung Bo menyebut bahwa suster yang berlutut di depan sebarisan polisi tersebut bernama suster Ann Nu Thawng.
Sambil menangis dan berlutut, suster Ann Nu Thawng rupanya memohon kepada polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa.
Baca juga: 18 Orang Tewas dalam Sehari di Myanmar, Begini Respons Dunia
Berkat aksi Ann Nu Thawng tersebut, Maung Bo mengatakan bahwa sekitar 100 pengunjuk rasa tidak jadi ditangkap polisi.
“Hari ini (Minggu), kerusuhan parah melanda seluruh negeri. Polisi menangkap, memukuli, dan bahkan menembaki rakyat,” tulis Maung Bo.
Today, the riot has been severe nationwide.
The police are arresting, beating and even shooting at the people.
With full of tears, Sr. Ann Nu Thawng begs & halts the police to stop arresting the protestors.
About 100 of protestors could escape from police because of the nun. pic.twitter.com/Hzo3xsrLAO
— Cardinal Charles Bo (@CardinalMaungBo) February 28, 2021
“Dengan berurai air mata, suster Ann Nu Thawng memohon dan menghentikan polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa,” imbuh Maung Bo.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Minggu dianggap sebagai hari paling berdarah dalam serentetan aksi protes menentang kudeta militer 1 Februari yang menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, sedikitnya 18 orang tewas dan 30 lainnya terluka dalam aksi demonstrasi di Myanmar pada Minggu.
Baca juga: Uni Eropa Bakal Jatuhkan Sanksi kepada Junta Militer Myanmar
Aksi demonstrasi menolak kudeta militer pada Minggu tersebut dilaporkan berubah menjadi kerusuhan. Junta militer mengatakan, seorang polisi juga tewas dalam kerusuhan sebagaimana dilansir Reuters.
Dunia internasional juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan polisi Myanmar untuk membubarkan aksi protes pada Minggu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Minggu, mengecam tindakan junta militer sebagaimana dilansir Al Jazeera.
"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Dujarric.
Selain itu, Kepala Diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengutuk tindakan keras yang diterapkan junta militer Myanmar terhadap demonstran sebagaimana dilansir AFP.
Baca juga: Hari Paling Berdarah sejak Kudeta Militer Myanmar, 18 Orang Tewas dalam Sehari
Selain itu, Borrel mengonfirmasi bahwa blok tersebut akan memberikan sanksi terhadap junta militer Myanmar sebagai balasan atas tindakan keras mereka.
Pada 4 Februari, Kardinal Charles Maung Bo mengunggah pernyataan resmi yang menolak kudeta militer melalui Twitter .
Dalam pernyataannya, Maung Bo mengatakan bahwa bahwa rakyat Myanmar lelah dengan janji-janji palsu.
“Anda (militer Myanmar) juga berjanji untuk mengadakan pemilu multipartai setelah satu tahun. Bagaimana Anda akan mendapatkan kepercayaan dari rakyat?” tulis Maung Bo.
Dia menambahkan rakyat hanya bisa percaya jika janji-janji yang ada diimbangi dengan tindakan yang tulus.
“Kedamaian bisa dicapai. Kedamaian adalah satu-satunya jalan. Demokrasi adalah satu-satunya cahaya yang menuntuk ke jalan itu,” imbuh Maung Bo.
Baca juga: Dianggap Pengkhianat dan Dipecat Junta, Duta Besar Myanmar untuk PBB Bersumpah Terus Perangi Kudeta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.