Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Armenia Usai Kalah Perang, Ribuan Massa Demo Tuntut PM Mundur

Kompas.com - 28/02/2021, 12:57 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

YEREVAN, KOMPAS.com - Krisis politik di Armenia usai kalah perang lawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakah semakin dalam, dengan maraknya demo besar menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan.

Ribuan orang menyerbu pusat Yerevan untuk melancarkan aksi unjuk rasa, sedangkan warga lainnya menyemangati lewat jendela dan balkon rumah.

Sabtu (27/2/2021) pukul 19.30 waktu setempat, massa tiba di gedung parlemen dan beberapa orang mendirikan tenda, menurut pantauan korensponden AFP di lokasi.

Baca juga: Armenia Masih Krisis Pasca-Perang, Presiden Berani Tolak Perintah PM

Sekitar 5.000 demonstran berada di sana pada hari sebelumnya, mendesak anggota parlemen agar segera bertindak.

"Pashinyan harus pergi demi negara kami, karena posisinya sangat lemah hari ini. Tidak ada yang menganggapnya serius," ujar Vera Simonyan (28) spesialis IT kepada AFP di demonstrasi tersebut.

Mantan PM Armenia Vazgen Manukyan yang ditunjuk oposisi untuk menggantikan Pashinyan berujar ke massa, dia berharap krisis politik dapat selesai dalam 2-3 hari.

Dia menambahkan, "Hari ini Pashinyan tidak punya dukungan. Saya meminta layanan keamanan dan polisi untuk bergabung dengan tentara, untuk mendukung tentara."

Baca juga: PM Armenia Tuding Militer Berusaha Melakukan Kudeta Menggulingkan Dirinya

Pashinyan tuding militer hendak lakukan kudeta

Nikol Pashinyan sempat menuding militer Armenia berusaha melakukan kudeta untuk menggulingkan dirinya.

Dia pun mengajak seluruh pendukungnya untuk turun ke jalan, menyusul ketegangan akibat kekalahan dari Azerbaijan dalam perang tahun lalu.

Sebelumnya, petinggi angkatan bersenjata menyerukan Pashinyan untuk mundur. Memunculkan perebutan kekuasaan di negara Kaukasus itu.

Dalam tulisannya di Facebook, Pashinyan langsung mengecam pernyataan militer itu dan menganggapnya sebagai percobaan kudeta.

"Saya menganggap ucapan itu sebagai upaya kudeta dari Staf Jenderal, dan mengundang pendukung kami untuk ke Lapangan Republik sekarang," ujar dia.

Baca juga: Kisah Perang Armenia-Azerbaijan 1990-an dan Awal Sengketa Nagorno-Karabakh

Pashinyan juga memecat kepala staf jenderal Onik Gasparyan sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut.

Namun, Presiden Armenia Armen Sarkisian pada Sabtu (27/2/2021) menolak menandatangani perintah tersebut.

"Presiden republik, dalam kerangka kekuasaan konstitusionalnya, menolak rancangan keputusan itu karena keberatan," kata pernyataan kantor kepresidenan yang dikutip AFP.

Mereka melanjutkan, krisis politik tak dapat diselesaikan dengan seringnya mengganti personel.

Tak lama setelah penolakan tejadi, Pashinyan menulis di Facebook bahwa dia akan mengirim surat perintah itu sekali lagi ke kantor kepresidenen.

Menurut pria 45 tahun itu, keputusan presiden sama sekali tidak meredakan krisis.

Baca juga: [KALEIDOSKOP 2020] Perang Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dan Senjata yang Dipakai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com