Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengunjuk Rasa Myanmar Tuntut Militer Segera Bebaskan Aung San Suu Kyi

Kompas.com - 08/02/2021, 08:26 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNN

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Puluhan ribu pengunjuk rasa tetap turun ke jalan-jalan di kota besar Myanmar untuk hari kedua berturut-turut pada Minggu, meski pihak militer berusaha memadamkan internet pasca kudeta.

Melansir CNN pada Minggu (7/2/2021), mereka menuntut pembebasan pemimpin sipil yang digulingkan militer, Aung San Suu Kyi.

Seorang saksi mata di bekas ibu kota Yangon mengatakan kerumunan sebagian besar terdiri dari kaum muda. Demonstrasi juga tampaknya secara signifikan lebih besar dan terorganisir dengan lebih baik daripada protes Sabtu (6/2/2021).

“Partisipasi publik juga tampak tumbuh,” ungkap saksi tersebut.

Layanan berita Reuters juga mengatakan puluhan ribu orang berada di jalan-jalan.

Para pengunjuk rasa memegang spanduk dan papan reklame bergambar Suu Kyi. Beberapa bertuliskan "Kami menginginkan pemimpin kami."

Suu Kyi dan anggota parlemen lainnya yang terpilih secara demokratis ditahan oleh militer dalam penggerebekan dini Senin (1/2/2021).

Banyak di antara kerumunan memberi hormat tiga jari. Sebuah simbol populer protes pro-demokrasi adopsi dari film “Hunger Games.” Simbol ini sebelumnya juga digunakan di negara tetangga Thailand.

Baca juga: Kudeta Myanmar Berujung Demo Terbesar sejak 2007

Para pengunjuk rasa pada Minggu (7/2/2021) berbaris di sekitar area Universitas Yangon. Mereka mengubah arah untuk menghindari penghalang jalan dan konfrontasi dengan polisi. Seorang saksi mata melihat beberapa truk polisi di daerah itu.

Perlawanan terhadap kudeta pada awalnya terbatas. Sebagian terjadi karena kesulitan komunikasi yang meluas, serta kekhawatiran akan tindakan keras lebih lanjut.

Layanan pemantauan internet NetBlocks mengatakan Sabtu (6/2/2021), negara itu berada di tengah-tengah pemadaman internet "skala nasional" kedua, ketika militer berusaha mengamankan cengkeramannya pada kekuasaan.

Menurut NetBlocks, data jaringan real time yang sama menunjukkan konektivitas turun hingga 16 persen dari tingkat biasa dan pengguna melaporkan kesulitan untuk online.

Perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor Group, yang menjalankan Telenor Myanmar menyatakan Kementerian Transportasi dan Komunikasi Myanmar (MoTC) memerintahkan penutupan jaringan data secara nasional pada Sabtu (6/2/2021).

Menurut pernyataan perusahaan yang diunggah di Twitter, kementerian mengutip "Hukum Telekomunikasi Myanmar, dan referensi sirkulasi berita palsu, stabilitas bangsa dan kepentingan publik sebagai dasar untuk pesanan."

Penurunan konektivitas kemudian dilakukan mengikuti langkah untuk memblokir akses ke platform media sosial Facebook, Instagram dan Twitter, serta sejumlah outlet berita lokal terkemuka.

Komunikasi antara pengunjuk rasa pada Minggu (7/2/2021) sebagian besar melalui teks SMS, panggilan telepon, dan dari mulut ke mulut, menurut seorang saksi mata di Yangon.

“Pada Sabtu, kerumunan orang mengumumkan tempat berkumpul pada Minggu, menghasilkan organisasi yang tampaknya membaik,” kata saksi itu.

Baca juga: Internet di Sebagian Myanmar Nyala Lagi Setelah Mati Senegara

Kudeta memicu protes

Selama lebih dari 50 tahun, Myanmar dijalankan oleh rezim militer isolasionis secara berturut-turut, dan menjerumuskan negara itu ke dalam kemiskinan.

Pihak militer secara brutal menahan perbedaan pendapat. Ribuan kritikus, aktivis, jurnalis, akademisi, dan seniman secara rutin dipenjara dan disiksa pada masa itu.

Pemimpin sipil yang baru-baru ini digulingkan, Suu Kyi, menjadi terkenal di dunia internasional selama perjuangannya selama puluhan tahun melawan kekuasaan militer.

Partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), menang telak dalam pemilu 2015 dan membentuk pemerintahan sipil pertama di Myanmar.

Saat itu banyak pendukung pro-demokrasi berharap langkah itu akan menandai pecahnya kekuasaan militer di masa lalu, dan menawarkan harapan bahwa Myanmar akan terus melakukan reformasi.

NLD secara luas dilaporkan telah memenangkan kontestasi menentukan lainnya dalam pemilihan umum November 2020. Keberhasilan ini memberikan wewenang NLD berkuasa lima tahun kedepan.

Akan tetapi bagi beberapa tokoh militer di partai oposisi, kondisi itu menghancurkan harapan atas partai yang didukungnya untuk dapat mengambil alih kekuasaan secara demokratis.

Perebutan kekuasaan secara tiba-tiba terjadi ketika Parlemen baru akan dibuka, dan setelah berbulan-bulan terjadi peningkatan friksi yang kuat antara pemerintah sipil dan militer.

Konflik yang dikenal sebagai “Tatmadaw”, yang mempersoalkan dugaan penyimpangan pemilihan. Padahal Komisi pemilu negara itu telah berulang kali membantah terjadinya kecurangan pemilih massal.

Baca juga: PBB Lakukan Kontak Pertama dengan Militer Myanmar sejak Kudeta

Ratusan anggota parlemen NLD ditahan di ibu kota Naypyitaw Senin (1/2/2021).

Sejak saat itu, junta mencopot 24 menteri dan deputi dari pemerintah dan menunjuk 11 tokoh dari sekutunya sendiri. Mereka ditempatkan sebagai pengganti yang akan menerapkan peran militer dalam pemerintahan baru.

NLD mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil tindakan yang lebih keras untuk memulihkan pemerintah yang digulingkan, dalam pernyataan yang dirilis ke media akhir pekan ini.

Para pemimpin PBB didesak menerapkan "sanksi yang ditargetkan dengan hati-hati terhadap rezim militer, para pemimpinnya, bisnis mereka, dan rekannya." Termasuk mendesak penangguhan hubungan ekonomi antara semua bisnis dengan rezim militer.

Partai politik yang digulingkan itu juga meminta PBB menahan diri dari tindakan yang merugikan rakyat Myanmar. Khususnya, terkait sanksi dan penangguhan bantuan.

"Kami mengundang, menyetujui, dan menuntut dunia segera datang membantu kami."

Para pengamat berpendapat kudeta itu dilakukan sebagai upaya militer menegaskan kembali kekuatannya. Ada juga ambisi pribadi panglima militer Min Aung Hlaing, yang akan mundur tahun ini. Jadi persoalannya bukan sekadar klaim serius atas kecurangan pemilihan umum.

Kudeta Senin telah dikecam secara luas secara internasional. Amerika Serikat menyerukan para pemimpin militer Myanmar untuk "segera melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut, membebaskan para aktivis dan pejabat yang telah mereka tangkap, mencabut semua pembatasan telekomunikasi, dan menahan diri dari kekerasan terhadap warga sipil."

Baca juga: Paus Fransiskus Angkat Bicara soal Kudeta Myanmar dan Panjatkan Doa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com