Warga Wuhan, menurut cerita Xingxu juga mudah panik jika mendengar ada kasus infeksi baru di kota lain.
Ketika ada wabah di China Utara, termasuk di Hebei dan Jilin, warga Wuhan panik membeli bahan makanan di supermarket, mengantisipasi lockdown kembali.
"Orang-orang Wuhan dengan mudah waspada bahkan dengan sedikit masalah saja. Bekas luka akan tetap ada dalam ingatan warga Wuhan selamanya, bahkan sentuhan lembut pada luka itu saja masih terasa menyakitkan," ujar Xingxu.
Xingxu, rupanya juga mengomentari istilah "mengobati rasa sakit setelah bekas luka sembuh" yang ditulis media Amerika Serikat (AS) New York Times.
Menurut Xingxu, istilah itu tidak tepat menggambarkan situasi Wuhan saat ini.
Baca juga: Intelijen AS Sebut Peneliti Lab Wuhan Alami Gejala Covid-19 di Musim Gugur 2019
"Saya yakin AS sudah melupakan rasa sakitnya sementara bekas luka masih berdarah. Mungkin mereka sudah kehilangan rasa sakit, bahwa orang yang terbunuh akibat virus corona dianggap telah menjadi normal baru.
Chen merasa kesal dengan laporan seperti itu, dan mengatakan bahwa observasi makalah itu sepenuhnya salah.
“Saya yakin AS sudah melupakan rasa sakitnya sementara bekas luka masih berdarah. Mungkin mereka sudah kehilangan rasa sakit, bahwa orang yang terbunuh oleh virus corona di negara ini telah menjadi normal baru."
Meski begitu, Xingxu juga menjelaskan bahwa keadaan yang dilemahkan akibat corona ini tidak membuat orang Wuhan dendam atau mengeluh.
“Setelah melihat apa yang terjadi di negara-negara Barat, kami sangat bersyukur masih bisa menikmati hidup. Bersyukur dan bersyukur itulah yang diajarkan pandemi kepada orang-orang Wuhan,” kata Xingxu.
Baca juga: Masalah Kesehatan yang Masih Dialami Penyintas Covid-19 Wuhan Setelah Sembuh
Setahun berlalu, penghalang jalan di seluruh Wuhan telah lama hilang tapi kebiasaan menjaga kebersihan seperti memakai masker, mendisinfeksi segala sesuatu yang bisa didisinfeksi, menghindari keramaian masih diterapkan.
Seorang sopir taksi lokal bahkan mengaku mendisinfeksi mobilnya tiga kali sehari setelah beroperasi.
Di Wuhan hari ini walau tampak ramai, orang-orangnya tetap menjaga kebersihan dengan sangat hati-hati, atau seperti yang mereka sebut "merawat bekas luka".
Sebanyak 90 persen orang di Wuhan memakai masker sampai hari ini dan tidak berani mengambil risiko membawa anak-anak ke tempat keramaian.
Wabah di Wuhan tak hanya mengubah pola dan gaya hidup seperti menjaga kebersihan. Rupanya, selain membuat orang-orangnya waspada dan bersyukur, pandemi telah mengubah pola pikir buruk menjadi baik.
Baca juga: Setahun Lalu China Umumkan Kematian Pertama Covid-19, Ini Kondisi Wuhan Sekarang
Seorang pria di kota lain meski masih satu provinsi di Hubei, Zhang Nan (nama samaran), mengira bisa sukses dalam bisnis masker dari produksi massal pabriknya.
Namun faktanya, standar masker Zhang tidak sesuai syarat untuk ekspor ke luar negeri. Zhang kalah dalam pertaruhan bisnisnya.
“Beberapa teman saya yang kehilangan lebih dari 10 juta yuan melakukan bunuh diri. Saya berpikir untuk melakukan itu juga,” kata Zhang kepada Global Times.
Namun kemudian, dia ingat apa yang terjadi di Wuhan selama lockdown, semua pengorbanan relawan pekerja sosial, semua rasa sakit, semua perpisahan dengan orang yang dicintai, Zhang lalu mengubah niatan buruknya.