WUHAN, KOMPAS.com - Dengan populasi 11 juta jiwa, Wuhan saat ini telah kembali normal, melanjutkan kembali rutinitas mereka meski warganya "bergerak" dengan penuh kehati-hatian.
Seorang warga Wuhan mengatakan, "Luka Covid-19 akan tetap membersamai kami selamanya, bahkan sedikit pengingat saja menyakitkan."
Trauma terhadap wabah jelas membayangi warga Wuhan, namun, apakah trauma itu melahirkan "gaya hidup baru"?
Memakai masker, menyemprotkan disinfektan ke semua benda, menghindari keramaian dan tetap waspada terhadap wabah lokal, adalah beberapa perubahan gaya hidup yang dipelihara warga Wuhan saat ini.
Namun, apakah perubahan-perubahan itu sudah cukup menunjukkan "gaya hidup Wuhan yang baru"?
Melansir Global Times, berikut ini 5 perubahan yang terjadi di Wuhan usai merebaknya wabah virus corona setahun yang lalu.
Baca juga: Wuhan Sudah Kembali Normal Saat Dunia Masih Berjuang Melawan Pandemi
Di sebuah pasar Baishazhou yang ramai, sebuah layar digital memperingatkan para pedagang di sana untuk tidak menjual hewan liar dan unggas hidup di pasar.
Para pembeli di pasar juga diingatkan untuk membeli produk dari "sumber yang memenuhi syarat".
Tak hanya itu, pasar tersebut juga meningkatkan pemeriksaan penjualan produk beku setelah beberapa berita melaporkan gejolak kasus infeksi Covid-19 yang disebabkan produk beku impor.
Seorang pedagang bermarga Bai mengatakan, "Kini, dengan dekatnya Tahun Baru Imlek China, pemeriksaan seperti itu makin ditingkatkan."
Seorang pedagang grosis yang menjual daging sapi dan kambing beku mengatakan dia belum mengimpor apa pun sejak lockdown Wuhan pada 23 Januari tahun lalu.
Dulu pedagang tersebut menjual daging beku yang dia impor dari Selandia Baru dan Australia sebelum pandemi. Namun, dia menghindari penjualan produk tersebut saat ini.
"Jika pemerintah mengatakan bahwa memakan daging bisa menyebarkan virus, saya pikir banyak orang Wuhan akan menjadi vegetarian selamanya," canda seorang penduduk lain.
Baca juga: Dirilis, Dua Film tentang Awal Pandemi di Wuhan, Bagaimana Kisahnya?
Jelang Tahun Baru Imlek, restoran-restoran di pasar Baishazhou biasanya hiruk pikuk dengan banyak keluarga memesan tempat dan makan bersama.
Namun, Covid-19 mengubah tradisi itu, setidaknya bagi banyak warga.
Seorang manajer restoran bermarga Wang mengatakan bahwa hanya 40 persen dari meja restorannya yang telah dipesan.
"Sebelumnya, 95 persen meja kami sudah dipesan saat ini," ungkapnya. Ya, mengingat Tahun Baru Imlek akan mulai 2 pekan lagi, angka 40 persen menunjukkan penurunan drastis.
Seorang warga bernama Chen Xingxu merasa bahwa warga Wuhan masih trauma dengan pandemi.
"Kami tidak hanya tidak pergi keluar untuk Tahun Baru Imlek, kami bahkan waspada tiap kali mengetahui ada wabah di China. Meski itu terjadi di Shijiazhuang, yang jaraknya ribuan kilometer..."
Baca juga: Setahun Lalu Wuhan Lockdown 11 Juta Warga Selama 76 Hari, Begini Kondisinya Saat Ini...
Warga Wuhan, menurut cerita Xingxu juga mudah panik jika mendengar ada kasus infeksi baru di kota lain.
Ketika ada wabah di China Utara, termasuk di Hebei dan Jilin, warga Wuhan panik membeli bahan makanan di supermarket, mengantisipasi lockdown kembali.
"Orang-orang Wuhan dengan mudah waspada bahkan dengan sedikit masalah saja. Bekas luka akan tetap ada dalam ingatan warga Wuhan selamanya, bahkan sentuhan lembut pada luka itu saja masih terasa menyakitkan," ujar Xingxu.
Xingxu, rupanya juga mengomentari istilah "mengobati rasa sakit setelah bekas luka sembuh" yang ditulis media Amerika Serikat (AS) New York Times.
Baca juga: Intelijen AS Sebut Peneliti Lab Wuhan Alami Gejala Covid-19 di Musim Gugur 2019
"Saya yakin AS sudah melupakan rasa sakitnya sementara bekas luka masih berdarah. Mungkin mereka sudah kehilangan rasa sakit, bahwa orang yang terbunuh akibat virus corona dianggap telah menjadi normal baru.
Chen merasa kesal dengan laporan seperti itu, dan mengatakan bahwa observasi makalah itu sepenuhnya salah.
“Saya yakin AS sudah melupakan rasa sakitnya sementara bekas luka masih berdarah. Mungkin mereka sudah kehilangan rasa sakit, bahwa orang yang terbunuh oleh virus corona di negara ini telah menjadi normal baru."
Meski begitu, Xingxu juga menjelaskan bahwa keadaan yang dilemahkan akibat corona ini tidak membuat orang Wuhan dendam atau mengeluh.
“Setelah melihat apa yang terjadi di negara-negara Barat, kami sangat bersyukur masih bisa menikmati hidup. Bersyukur dan bersyukur itulah yang diajarkan pandemi kepada orang-orang Wuhan,” kata Xingxu.
Baca juga: Masalah Kesehatan yang Masih Dialami Penyintas Covid-19 Wuhan Setelah Sembuh
Setahun berlalu, penghalang jalan di seluruh Wuhan telah lama hilang tapi kebiasaan menjaga kebersihan seperti memakai masker, mendisinfeksi segala sesuatu yang bisa didisinfeksi, menghindari keramaian masih diterapkan.
Seorang sopir taksi lokal bahkan mengaku mendisinfeksi mobilnya tiga kali sehari setelah beroperasi.
Di Wuhan hari ini walau tampak ramai, orang-orangnya tetap menjaga kebersihan dengan sangat hati-hati, atau seperti yang mereka sebut "merawat bekas luka".
Sebanyak 90 persen orang di Wuhan memakai masker sampai hari ini dan tidak berani mengambil risiko membawa anak-anak ke tempat keramaian.
Wabah di Wuhan tak hanya mengubah pola dan gaya hidup seperti menjaga kebersihan. Rupanya, selain membuat orang-orangnya waspada dan bersyukur, pandemi telah mengubah pola pikir buruk menjadi baik.
Baca juga: Setahun Lalu China Umumkan Kematian Pertama Covid-19, Ini Kondisi Wuhan Sekarang
Seorang pria di kota lain meski masih satu provinsi di Hubei, Zhang Nan (nama samaran), mengira bisa sukses dalam bisnis masker dari produksi massal pabriknya.
Namun faktanya, standar masker Zhang tidak sesuai syarat untuk ekspor ke luar negeri. Zhang kalah dalam pertaruhan bisnisnya.
“Beberapa teman saya yang kehilangan lebih dari 10 juta yuan melakukan bunuh diri. Saya berpikir untuk melakukan itu juga,” kata Zhang kepada Global Times.
Namun kemudian, dia ingat apa yang terjadi di Wuhan selama lockdown, semua pengorbanan relawan pekerja sosial, semua rasa sakit, semua perpisahan dengan orang yang dicintai, Zhang lalu mengubah niatan buruknya.
Tiba-tiba dia merasa "hidup sangatlah berharga".
"Apa artinya menghasilkan begitu banyak uang jika kampung halaman Anda tidak lagi hidup?" ujar Zhang.
Sekarang, sebagai pengemudi platform pemesanan mobil online, dia bekerja lebih dari 10 jam sehari bukan untuk menjadi kaya, tetapi untuk membayar semua utang.
“Saya terlahir kembali seperti kota ini,” kata Zhang.
Baca juga: WHO: Penyelidikan Asal-usul Covid-19 di Wuhan Bukan untuk Salahkan China
Baik warga Wuhan dan pemerintah China sama-sama termotivasi akibat pandemi. Setidaknya, ada 3 perubahan besar setelah lockdown di Wuhan akibat Covid-19 menurut Wang Hongwei, profesor di Universitas Renmin:
“Tanggung jawab sipil secara keseluruhan juga telah ditingkatkan,” kata Hongwei. Seorang pejabat dari komisi kesehatan di Wuhan mengatakan bahwa pemerintah Wuhan melakukan refleksi serius untuk memperbaiki sistem kesehatan masyarakat kota.
Menurutnya, penting untuk menghargai nasehat dari pakar kesehatan.
Chen Xingxu misalnya, mengatakan pada masa awal wabah bahwa dia membenci pejabat lokal Wuhan karena dia merasa para pejabat itu tidak mampu, tidak melakukan apa-apa, dan para birokrat keras yang menyebabkan bencana mengerikan ini.
Namun, "semakin kami bekerja dengan mereka, semakin kami mulai melihat sisi mereka yang berbeda."
Setelah menyaksikan kegagalan Barat dalam memadamkan virus, beberapa penduduk Wuhan memuji pemerintah mereka.
“Kami berurusan dengan virus yang tidak dikenal, sementara negara-negara Barat bertempur setelah kami membersihkan kabut yang mengelilingi musuh. Tapi sekarang, kami menang, mereka kalah,” kata Zhao Lin, seorang mahasiswa dari universitas Wuhan.
Baca juga: Sudah Banyak Warga Kebal, Infeksi Virus Wuhan Kemungkinan 10 kali Lebih Tinggi Dari Pelaporan
"Sekarang saya pikir pemerintah dan sistem kami telah memainkan peran penting dalam memerangi virus," kata Xingxu.
Dia mengakui bahwa beberapa tahun yang lalu, dia akan merasa malu untuk mengatakan hal seperti itu, "karena kedengarannya seperti slogan."
“Generasi kami dibesarkan dengan kisah heroik para pahlawan nasional yang mengorbankan diri untuk negara. Aku tidak percaya pada cerita-cerita itu sebelumnya, sepertinya terlalu khayalan untuk menjadi kenyataan. ”
Tetapi setelah berpartisipasi dalam perang melawan Covid-19, Xingxu mengatakan bahwa dia menemukan "kami orang China memiliki kekompakan nasional yang kuat, yang tersembunyi dalam kesusahan kehidupan sehari-hari."
"Sekarang pandemi telah mengajarkan orang-orang China pelajaran patriotik yang baik, membangkitkan pengakuan kami untuk negara dan kewarganegaraan kami," pungkas Xingxu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.