"Itu selalu menjadi pengalaman yang memalukan bagi saya," tutur Amal.
Pada 2016, pemerintah Bangladesh mewajibkan pencocokan sidik jari dengan database nasional bagi mereka yang ingin mendapatkan kartu Sim bagi ponsel mereka.
"Mereka tampak kebingungan ketika saya datang untuk membeli sebuah (kartu) Sim, perangkat lunak mereka rusak tiap kali saya menempatkan jari saya di sensor," tutur Apu sambil tersenyum masam.
Keinginan Apu untuk mendapatkan kartu Sim ditolak, dan semua anggota laki-laki di keluarganya sekarang menggunakan kartu Sim yang dikeluarkan atas nama ibunya.
Baca juga: Tato Maukah Kamu Menikah denganku?, Cara Unik Seorang Pria Lamar Kekasihnya
Kondisi langka yang dialami oleh keluarga Sarker disebut dengan Adermatoglyphia.
Itu pertama kali dikenal luas pada 2007 ketika Peter Itin, seorang dokter kulit di Swiss, dihubungi oleh seorang perempuan yang menghadapi masalah ketika akan masuk ke AS.
Wajahnya cocok dengan foto di paspornya, namun petugas bea cukai tak dapat merekam sidik jari sedikit pun, karena memang ia tak memilikinya.
Setelah pemeriksaaan, Profesor Itin menemukan bahwa perempuan itu dan 8 anggota keluarganya sama-sama memiliki kondisi yang unik, yaitu permukaan jari yang datar dan berkurangnya jumlah kelenjar keringat di tangan.
Bekerja dengan dokter kulit lain, Eli Sprecher, dan mahasiswa pascasarjana Janna Nousbeck, Profesor Itin melihat DNA dari 16 anggota keluarga
tujuh di antaranya memiliki sidik jari, sementara sembilan orang tanpa sidik jari.
"Kasusnya sangat jarang, dan tidak lebih dari beberapa keluarga yang didokumentasikan," kata Prof Itin kepada BBC.
Pada 2011, tim menemukan satu gen, SMARCAD1, yang bermutasi pada 9 anggota keluarga yang tidak memiliki sidik jari.
Mereka mengidentifikasinya sebagai penyebab penyakit langka tersebut. Nyaris tidak ada yang diketahui tentang gen tersebut pada saat itu.
Mutasi tersebut tampaknya tidak menyebabkan efek kesehatan yang buruk, selain dari efek pada tangan.
Mutasi yang mereka teliti selama bertahun-tahun itu memengaruhi gen yang "tidak diketahui siapa pun", kata profesor Sprecher, karenanya butuh waktu bertahun-tahun untuk menemukannya.
Plus, mutasi mempengaruhi bagian gen yang sangat spesifik, katanya, "yang tampaknya tidak berfungsi, dalam gen yang tidak berfungsi".
Setelah ditemukan, penyakit itu dinamai Adermatoglyphia, tetapi prof Itin menjulukinya sebagai "immigration delay disease (penyakit penundaan imigrasi)", setelah pasien pertamanya kesulitan masuk ke AS.
Baca juga: [UNIK GLOBAL] Kisah Elon Musk Uganda | Restoran Tutup gara-gara YouTuber
Immigration delay disease bisa mempengaruhi beberapa generasi dalam sebuah keluarga.
Paman Apu Sarker, Gopesh yang tinggal di Dinajpur, yang berjarak 350 km dari Dhaka, harus menunggu dua tahun demi mendapatkan persetujuan untuk paspornya, kata Apu.