Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Minta Thailand Ubah Hukum Anti-Penghinaan Monarki “Lese Majeste”

Kompas.com - 19/12/2020, 14:48 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Sumber Reuters

JENEWA, KOMPAS.com - Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), meminta Thailand untuk mengubah undang-undang yang melarang penghinaan terhadap monarki atau lese majeste.

Hukum ini telah menjerat setidaknya 35 aktivis, salah satunya berusia 16 tahun, dalam beberapa pekan terakhir.

Melansir Reuters pada Jumat (18/12/2020), PBB mengatakan Thailand harus berhenti menggunakan undang-undang tersebut, termasuk menghentikan pidana serius lainnya terhadap pengunjuk rasa.

Thailand dituding melakukan tindak kriminalisasi yang melanggar kebebasan berekspresi.

Baca juga: Mengenal Hukum Lese-Majeste, Lindungi Raja Thailand dari Kritikan

Penuntutan atas hukum ini berhenti pada 2018, tapi prosesnya dimulai lagi saat demonstran menyerukan reformasi mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Hal itu terjadi berbulan-bulan selama demonstrasi jalanan berlangsung. Mereka dinyatakan bersalah di bawah hukum penghinaan kerajaan, dan dituntut dengan hukuman 3-15 tahun penjara.

Juru bicara Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mencatat dakwaan lain juga diajukan terhadap pengunjuk rasa, yaitu terkait penghasutan dan pelanggaran kejahatan komputer.

"Kami menyerukan kepada Pemerintah Thailand, untuk menghentikan penggunaan berulang-ulang tuduhan kriminal serius terhadap individu," kata juru bicara Ravina Shamdasani dalam jumpa pers di Jenewa.

Ia menambahkan bahwa pengunjuk rasa menggunakan hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.

Baca juga: Melihat Cara Raja Thailand Urus Negara dari Jerman Ditemani Rombongan Selir

Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, mendesak Thailand untuk mengubah undang-undang lese majeste, supaya hukum ini sejalan dengan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Pemerintah Thailand tidak segera berkomentar ketika dihubungi oleh Reuters, dengan mengatakan perlu meninjau pernyataan kantor hak terlebih dahulu.

Protes yang dipimpin pemuda dimulai pada Juli. Tujuannya untuk menyerukan pencopotan Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha yang merupakan mantan pemimpin junta, dan untuk penyusunan konstitusi baru.

Mereka kemudian menyerukan reformasi monarki. Raja diminta untuk lebih bertanggung jawab di bawah konstitusi.

Demostrasi tersebut juga menuntut perubahan aturan yang memberi raja kendali atas keuangan kerajaan dan beberapa unit tentara.

Baca juga: Rayakan Ulang Tahun Almarhum Ayahanda, Raja Thailand Ampuni 30.000 Tahanan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Global
Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Global
Misteri Area 51: Konspirasi dan Fakta di Balik Pangkalan Militer Tersembunyi AS

Misteri Area 51: Konspirasi dan Fakta di Balik Pangkalan Militer Tersembunyi AS

Global
Kepala Politik Hamas Ucap Duka Mendalam pada Pemimpin Tertinggi Iran

Kepala Politik Hamas Ucap Duka Mendalam pada Pemimpin Tertinggi Iran

Global
Panas Ekstrem 47,4 Derajat Celcius, India Liburkan Sekolah Lebih Awal

Panas Ekstrem 47,4 Derajat Celcius, India Liburkan Sekolah Lebih Awal

Global
Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Israel Batal Sita Kamera Associated Press Setelah Panen Kecaman

Global
Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Global
Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com