Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Akun Palsu Berbahasa Asing Muncul Mendukung Otsus Papua

Kompas.com - 01/12/2020, 16:42 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

LEIDEN, KOMPAS.com - Ratusan akun palsu berbahasa asing yang mendukung kelanjutan otonomi khusus (otsus) Papua bermunculan di media sosial, di tengah desakan sejumlah kelompok masyarakat Papua agar kebijakan yang sudah berlangsung selama hampir 20 tahun itu dievaluasi total.

Aku-akun yang menggunakan bahasa Belanda, Jerman, Inggris, hingga Indonesia itu mencantumkan foto-foto orang yang terlihat realistis.

Namun, setelah diteliti menggunakan sejumlah metode, termasuk dengan kecerdasan buatan (AI), sejumlah gambar itu terbukti palsu, kata peneliti dari Universitas Leiden, Belanda. Peneliti belum mengetahui pasti siapa pihak di balik kampanye yang disebut palsu itu.

Baca juga: Ditangkap karena Dugaan Makar, Awalnya Peserta RDP Otsus Papua Dibubarkan karena Langgar Protokol Kesehatan

Menanggap itu, Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan pemerintah tak dalam posisi untuk berspekulasi.

"Pemerintah tidak dalam posisi untuk berspekulasi atas pihak-pihak terkait dalam pemberitaan. Namun bila terdapat pelanggaran hukum di dalamnya, tentu hal tersebut akan diproses sesuai koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku" ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia mengatakan belum bisa memberi komentar.

"Kami belum dapat memberikan tanggapan dan akan mendalami terlebih dahulu," ujar Dedy Permadi, juru bicara Kemenkominfo.

Menurut Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), kampanye seperti itu adalah "provokasi yang ingin menambah penderitaan rakyat Papua", sembari menambahkan pihaknya mendesak evaluasi menyeluruh terhadap otsus.

Baca juga: 54 Peserta RDP Otsus Papua Ditangkap karena Dugaan Makar di Merauke

"Menenggelamkan informasi"

Peter Burger, pengajar jurnalistik Universitas Leiden, Belanda, mengatakan penelitiannya dimulai setelah ia menemukan sejumlah unggahan di media sosial terkait Papua dalam bahasa Belanda.

"Saya pertama kali melihatnya bulan Juli, tapi saya kemudian melupakannya karena saya pikir unggahan-unggahan itu tidak signifikan. Namun, di bulan Okober, saya melihat pesan-pesan seperti ini makin banyak," ujar Peter yang juga koordinator Nieuwscheckers.nl.

Salah satu akun, yang kemudian diketahui palsu, menggunakan nama Eline Hartee.

Akun itu mengunggah pesan dan gambar yang isinya menyatakan otsus Papua akan mensejahterakan warga di semua bidang, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pertanian.

Setelah penelitian Nieuwscheckers diterbitkan, akun itu dinonaktifkan oleh Twitter.

Baca juga: Paripurna HUT Ke-75 DPR, Anggota Fraksi PKB Interupsi soal Otsus Papua

Namun, jika pengguna Twitter memasukan kata kunci seperti "bijzondere autonomie" atau "speciale autonomie" Papua dalam bahasa Belanda atau "special autonomy" dalam bahasa Inggris, akun-akun serupa masih bermunculan.

Dalam bahasa Jerman, kata kunci yang bisa digunakan adalah "Sonderautonomie".

"Sebelum saya memuublikasikan riset saya, saya menemukan 450 akun palsu di Twitter, Instagram, dan Facebook. Sekarang, hampir semua akun itu sudah dinonaktifkan oleh perusahaan media sosial itu," kata Peter Burger.

"Namun, setelah itu, setidaknya 100 akun bermunculan. Jadi akun-akun ini diperbarui secara kontinu," tambahnya.

Penelitian serupa tentang ini juga dipublikasikan oleh Bellingcat.

Baca juga: Mengenal Dana Otsus Papua

Inilah salah satu akun Twitter berbahasa Belanda yang mendukung adanya otonomi khusus (otsus) terhaap Papua. Setelah diselidiki, akun tersebut ternyata palsu.Nieuwscheckers.nl via BBC Inilah salah satu akun Twitter berbahasa Belanda yang mendukung adanya otonomi khusus (otsus) terhaap Papua. Setelah diselidiki, akun tersebut ternyata palsu.

Mengapa menargetkan audiens asing?

Meski mengatakan isu Papua Barat cukup dikenal di Belanda, Peter Burger mengatakan tak bisa benar-benar memahami mengapa pihak-pihak itu menarget audiens Belanda.

Sementara itu, peneliti konflik Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Cahyo Pamungkas mengatakan kampanye itu dilakukan dengan bahasa Belanda karena di sanalah letak salah satu basis United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

"Di sana ada tokoh-tokoh seperti Oridek Ap dan tokoh OPM seperti Leoni Tanggahma. Maka itu Belanda menjadi sasaran kampanye," kata Cahyo.

Audiens Jerman, tambah Cahyo, menjadi sasaran karena Kota Wuppertal di Jerman menjadi markas sejumlah lembaga nirlaba keagamaan yang mendokumentasikan kekerasan di Papua, yaitu International Coalition for Papua (ICP).

"[Kampanye itu] untuk melawan narasi kemerdekaan dan penolakan otsus, untuk mengimbangi upaya internasionalisasi masalah Papua," kata Cahyo.

Baca juga: Pansus DPD RI Segera Panggil Terawan dan Nadiem, Klarifikasi Dana Otsus Papua dan Papua Barat

Meski begitu, Peter Burger menilai hanya sedikit audiens Belanda yang memperhatikan bentuk kampanye itu, meski sejumlah kantor berita Belanda mengangkat berita ini.

Namun, katanya, kampanye itu bukan berarti tidak ada dampaknya.

"Ribuan unggahan berisi pesan, video, dan gambar-gambar ini menenggelamkan suara-suara orang yang mendukung kemerdekaan Papua Barat," ujarnya.

Kampanye itu, kata Burger, juga membajak sejumlah hashtag terkait Papua, seperti yang berkaitan dengan otsus dan gerakan "Free West Papua".

Ketua MRP, Timotius Murib, menganggap kampanye itu sebagai bentuk provokasi.

"Hal-hal begini, saya pikir itu provokasi untuk memperpanjang penderitaan rakyat, khususnya orang asli Papua di tanah Papua," ujarnya.

Sementara itu, serangkaian demonstrasi menentang otsus yang disebut "jiid II" berlangsung di sejumlah daerah, seperti Papua, Manado, dan Jakarta beberapa bulan belakangan ini.

Namun, pada bulan Oktober lalu, Menko Polhukam Mahfud Md mengklaim bahwa setelah membahas soal otsus dengan tokoh-tokoh Papua, "lebih dari 90 persen rakyat Papua tidak mempersoalkan otsus."

Baca juga: Mahfud Nilai Dana Otsus Papua Selama Ini Bermanfaat, tetapi Kurang Terpadu

"Itu kan yang ngomong-ngomong 'hentikan otsus, tidak usah diperpanjang' hanya orang-orang tertentu saja dan medsos tertentu saja, lalu dipantulkan ke luar negeri, dikirim lagi ke sini.

"Tapi kan kita orang Indonesia, jadi kita ke dalam hampir tidak ada yang menolak itu, otsus itu, kecuali orang yang lari-lari saja pada umumnya," kata Mahfud dalam konferensi pers yang digelar secara virtual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com