Esper belakangan ini menolak saran Trump agar mengerahkan pasukan untuk memadamkan protes di berbagai kota. Adapun Krebs berselisih paham dengan Trump soal kecurangan pemilu Amerika Serikat.
Trump juga terpantau mengawasi perubahan kebijakan, seperti pengurangan pasukan militer AS di Afghanistan dan Irak.
Berbagai kebijakan ini, yang dilakukan secara tertutup di Gedung Putih, akan berefek panjang pada AS dan negara lainnya. Ini tentu akan memperumit Biden saat dia mengambil alih jabatan presiden Januari mendatang.
Baca juga: Usai Ditinggalkan Trump, Apa yang Bisa Afghanistan Harapkan dari Biden?
Selain beberapa langkah dramatis ini, Trump memantau pekerjaan para pengacaranya yang tidak begitu berhasil menggugat hasil pilpres Amerika Serikat.
Menurut beberapa orang yang mengenal Trump, karena gugatan yang sedang bergulir itulah dia tidak menonjolkan diri akhir-akhir ini.
"Trump mencoba membiarkan gugatan hukum bermain sendiri," kata Kurt Volker, yang pernah menjabat sebagai utusan khusus presiden untuk Ukraina dan bersaksi atas upaya pemakzulan Trump oleh DPR yang dikendalikan Demokrat.
Ketika menggulirkan gugatan hukum pilpres, Trump menuduh lawan politiknya sebagai "Demokrat Kiri Radikal" yang ikut campur dalam pemilu Amerika Serikat.
Ini mencerminkan gaya sang presiden.
Trump, seperti yang dikatakan Volker, mengganggap berbagai hal sebagai serangan pribadi. Volker ingat pernah berbicara dengan Trump di Gedung Putih tentang kebijakan AS di Ukraina dan masalah lainnya.
Selama diskusi mereka, kata Volker, Trump berbicara seolah-olah orang-orang ingin memakzulkannya.
Baca juga: Bisakah Trump Membalik Hasil Pemilu Amerika? Begini Aturannya...
"Dia berkata mereka mencoba menjatuhkannya, siapa pun mereka. Dia merasa seperti memperjuangkan hal-hal yang ia yakini dan bahwa orang-orang bersekongkol melawannya," kata Volker.
Dalam beberapa pekan terakhir, para kritikus Trump cemas karena ia menolak membantu transisi pemerintahan.
"Sungguh situasi yang tragis melihat sesuatu seperti ini. Dia mendahulukan kepentingan dirinya ketimbang urusan rakyat Amerika," kata Lawrence Korb, yang menjabat sebagai asisten sekretaris pertahanan di era pemerintahan Ronald Reagan.
"Bahkan jika ia menolak hasil pilpres, ia semestinya tetap bisa mengarahkan orang-orang Biden dan menyiapkan mereka."
Namun, pendukung Trump tetap bersimpati kepadanya. Jutaan orang di seluruh AS memiliki pandangan yang sama dengannya. Hampir tiga perempat dari anggota dan simpatisan Partai Republik, menurut sebuah jajak pendapat, meragukan kemenangan Biden di pilpres AS 2020.