ROMA, KOMPAS.com - Praktik pemakaman janin hasil aborsi telah berjalan lama di Italia, namun debat terkait legalitas dan etika, kembali terangkat pada akhir September lalu dengan munculnya kesaksian dari para ibu yang dibagikan di media sosial.
"Foto lebih kuat dibanding tulisan, jadi harus didahulukan," kata salah seorang perempuan, Marta Loi melalui halaman Facebook-nya bersama dengan foto pusara berbentuk salip dengan namanya di satu pemakaman di Roma.
"Ini dia... tulisan saya mulai dengan: ini bukan kuburan saya, tapi putra saya," tulisnya dalam keterangan foto dan menambahkan bahwa janin itu terpaksa ia gugurkan untuk alasan medis. Namanya dicantumkan di makam itu tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
Baca juga: Klinik Ini Sudah Aborsi 100 Pasien, Janin Usia 3 Bulan Dibuang ke Kloset
Cerita yang sama terjadi untuk hampir semua makam janin di pemakaman yang disebut Kuburan "Taman Malaikat Flaminio" di bagian khusus yang memang diperuntukkan bagi "bayi yang belum lahir". Berbagai organisasi Katolik sering terlibat dalam pengaturan pemakaman seperti ini.
Pemakaman janin yang diaborsi itu mengemuka setelah protes dari para perempuan yang tidak pernah memberikan izin atau tidak diberitahu adanya kuburan untuk janin hasil aborsi itu.
Pihak berwenang di Italia masih menyelidiki mengapa nama-nama para ibu yang menjalani aborsi pada trimester kedua terpahat di salip-salip kuburan tanpa persetujuan mereka.
Para ibu itu mengklaim mereka tidak sadar nama mereka tertulis karena mereka telah menyatakan tidak mau terlibat dalam penguburan janin itu.
Sebagian besar kuburan berangka mulai dari 2017 sampai 2020, namun sejumlah pihak mengatakan praktik pemakaman janin sudah lama dilakukan.
Baca juga: Klinik Aborsi di Pandeglang Terbongkar, 3 Orang Diamankan Termasuk Bidan
Sejumlah organisasi hak perempuan meluncurkan proses hukum setelah mereka mengumpulkan setidaknya 100 cerita dari perempuan yang tidak diminta persetujuannya dalam memakamkan janin.
"Perempuan-perempuan ini mengatakan mereka merasa tidak dihargai. Mereka mengatakan kebebasan dan hak mereka dilanggar, khususnya kebebasan dalam memilih dan juga kebebasan menyangkut agama," kata Elisa Ercoli, presiden organisasi perempuan, Differenza Donna.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan