Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usai Ditinggalkan Trump, Apa yang Bisa Afghanistan Harapkan dari Biden?

Kompas.com - 21/11/2020, 15:49 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Rencana Donald Trump untuk memangkas jumlah pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan dapat memicu gelombang kekerasan baru oleh Taliban, kata para analis.

Akan tetapi pendekatan yang lebih terukur oleh Joe Biden dinilai dapat membendung upaya kelompok pemberontak itu untuk meraih kekuasaan.

Kebijakan baru dari Trump akan membuat 2.000 tentara AS keluar dari Afghanistan pada 15 Januari, kurang dari seminggu sebelum Biden akan dilantik, dan hanya menyisakan 2.500 tentara.

Baca juga: Saksi Kejahatan Perang Australia di Afghanistan: Semua Benar

Pentagon mengumumkan rencananya pada Selasa (17/11/2020), setelah Trump berjanji mengakhiri perang yang telah menewaskan sekitar 2.400 prajurit AS dan menelan biaya lebih dari 1 triliun dollar AS itu.

"Harapannya adalah bahwa AS (di bawah Biden) tidak akan terburu-buru keluar, akan menerapkan lebih banyak tekanan koersif pada Taliban," kata Nishank Motwani, wakil direktur di Unit Riset dan Evaluasi Afghanistan (AREU).

"Penekanan pada penarikan tidak banyak membantu Presiden Ashraf Ghani - atau pasukan Afghanistan - karena Taliban tahu mereka bisa menunggu AS lalu mengerahkan kekuatan total," terangnya kepada AFP.

Namun memotong jumlah pasukan menjadi 2.500 pada Januari adalah sesuatu yang mungkin juga diinginkan pemerintahan Biden, kata Vanda Felbab-Brown dari Brookings Institution.

"Jika AS ingin menetap beberapa bulan, Taliban dapat menerimanya," katanya kepada AFP, tetapi menambahkan kesulitan akan muncul jika dia berencana mempertahankan pasukan setelah Mei 2021.

Baca juga: Whistleblower Kejahatan Perang Militer Australia di Afghanistan Akan Terima jika Dihukum, Asal Kebenaran Ditegakkan

Tidak bertanggung jawab

Setiap penarikan - baik oleh Trump atau dilanjutkan oleh Biden - akan berdampak besar di medan perang, menurut analis politik Afghanistan Atta Noori.

"Ini sangat tidak bertanggung jawab karena perang melawan terorisme belum berakhir di Afghanistan," ujarnya.

Para anggota Taliban menyerahkan senjata mereka dan bergabung dengan upaya rekonsiliasi serta reintegrasi dari pemerintah Afghanistan di Jalalabad, 25 Juni 2020.REUTERS/PARWIZ Para anggota Taliban menyerahkan senjata mereka dan bergabung dengan upaya rekonsiliasi serta reintegrasi dari pemerintah Afghanistan di Jalalabad, 25 Juni 2020.
Idealnya Washington akan mempertahankan sebagian kecil aset dan intelijennya yang kuat, kata Motwani dari AREU.

Kekerasan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir meski Taliban dan Pemerintah Afghanistan membahas pembicaraan damai di Qatar sejak 12 September.

Terlepas dari negosiasi itu, Taliban terus melancarkan serangan yang menargetkan pasukan Afghanistan di seluruh negeri. Para pejabat juga menyalahkan mereka atas dua serangan brutal di kampus Kabul, yang menewaskan puluhan siswa dalam beberapa pekan terakhir.

Baca juga: Terkuak Bukti-bukti Tentara Australia Bunuh 39 Warga Afghanistan secara Ilegal

Tapi bukan hanya pertumpahan darah yang membuat khawatir para pejabat Afghanistan.

Penarikan pasukan AS juga memperkuat posisi Taliban di meja perundingan di Doha, di mana pembicaraan damai itu menemui jalan buntu selama berminggu-minggu.

Halaman:
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com