ADDIS ABABA, KOMPAS.com - Konflik antara pemerintah Etiopia dan pasukan bersenjata Tigray yang terletak di sebelah utara negara tersebut semakin memanas.
Pertempuran telah terjadi selama hampir dua pekan, menyebabkan destabilisasi di negara Afrika Timur yang padat penduduk itu. Ratusan orang dilaporkan meninggal dunia.
Perebutan kekuasaan, pemilihan umum, dan tuntutan reformasi politik adalah sejumlah faktor yang menyebabkan krisis tersebut.
BBC akan menjelaskan apa penyebab dan bagaimana konflik ini berkobar.
Baca juga: Konflik Etiopia: 3 Roket Ditembakkan dari Tigray ke Ibu Kota Wilayah Amhara
Konflik berawal pada 4 November, saat Perdana Menteri Etiopia, Abiy Ahmed, memerintahkan serangan militer terhadap pasukan regional di Tigray.
Ia beralasan, serangan itu adalah respons atas serangan pada perumahan militer untuk pasukan pemerintah di Tigray.
Eskalasi ini terjadi setelah pemerintahan Abiy dan pemimpin partai politik yang dominan di Tigray berseteru selama berbulan-bulan.
Selama nyaris 30 tahun, partai politik ini berada di pusat kekuasaan, sampai Abiy menjabat pada 2018 menyusul demonstrasi anti-pemerintah.
Abiy menginginkan reformasi, namun Tigray melawan, sehingga terjadilah krisis politik.
Baca juga: Pernah Jatuh di Indonesia dan Etiopia, Boeing 737 MAX Bisa Terbang Lagi di AS
Akar dari krisis ini adalah sistem pemerintahan Etiopia.
Sejak 1994, Etiopia memiliki sistem federal sehingga kelompok-kelompok etnis berbeda mengontrol 10 wilayah.
Partai politik terkuat di Tigray, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), punya andil dalam membentuk sistem ini.
TPLF adalah pemimpin dari koalisi empat partai yang memerintah Etiopia sejak 1991, ketika rezim militer digulingkan.
Di bawah koalisi ini, Etiopia menjadi lebih makmur dan stabil. Namun kekhawatiran akan hak asasi manusia dan level demokrasi di negara tersebut terus bermunculan.
Pada akhirnya, ketidakpuasan ini berubah menjadi protes, yang mengarah pada reshuffle pemerintahan yang menobatkan Abiy menjadi perdana menteri.
Baca juga: Kronologi Konflik Etiopia-Tigray: Warga Sipil Dibantai, 25.000 Orang Mengungsi