Jalan Biden sebagai Presiden AS yang membela konsep Amerika untuk semua golongan, masih panjang.
Warga AS utamanya para pekerja kulit putih memiliki memori yang segar tentang kekecewaan terhadap pemerintah akibat pengangguran, tingginya tingkat imigrasi, serta trauma terhadap terorisme yang menyebabkan ketakutan kolektif dan menjadi sumber narasi bagi kemenangan Trump pada Pilpres AS 2016.
Dalam diskursus demokrasi AS yang bebas, sedikit saja Biden membuat kebijakan yang tak bisa mengakomodir kebutuhan mayoritas, narasi populis berkedok identitas bisa mudah kembali menyuntik publik AS.
Baca juga: Profil Kamala Harris: Wanita Kulit Hitam Pertama yang menjadi Wakil Presiden Amerika
Selain itu, melihat dinamika protes di AS selama kepemimpinan Trump baik melalui Parlemen maupun protes jalanan, kita juga melihat potensi tekanan publik pada kepemimpinan Biden nantinya.
Dengan semangat pluralisme dalam pembangunan Amerika ke depan, Biden harus pintar-pintar menjaga kepercayaan masyarakat, bukan hanya pada kaum yang saat ini dirugikan oleh kepemimpinan Trump, tetapi juga masyarakat mayoritas kulit putih yang menjadi ceruk besar pendukung Trump.
Jika Trump digoyang oleh Black Lives Matter, boleh jadi kepemimpinan Biden nanti ditekan justru oleh kelompok mayoritas yang merasa termarginalkan.
Dalam potensi tekanan besar ini, idealisme kebijakan dan gestur politik Biden akan diuji, apakah tetap teguh pada semangat pluralisme atau justru terbawa pada emosi narasi identitas sempit untuk menjaga dukungan publik.
Sama seperti Macron, pada saatnya nanti Biden juga memiliki kepentingan elektoral, baik untuk terpilih kembali dalam periode kedua maupun untuk suara partainya.
Demokrasi saat ini menghendaki rasionalitas dan kedewasaan semua pihak. Ini tidak hanya tentang masyarakat yang memiliki hak untuk berpendapat dan memilih, tetapi juga soal rasionalitas dan kedewasaan politisi dalam memilih narasi yang ia gunakan untuk meraih simpati.
Kekecewaan sedikit atau sebagian kelompok masyarakat terhadap kebijakan publik pada akhirnya adalah keniscayaan yang sulit dihindari.
Namun, mengonversinya menjadi kebencian untuk kepentingan elektoral adalah pilihan—. pilihan yang ditentukan akal sehat yang memilih dan yang terpilih.
Semoga Biden menjadi awal dan contoh yang baik untuk demokrasi akal sehat ke depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.