Akan tetapi setelah pasukan AS melintasi perbatasan dan menuju ke utara lewat Sungai Yalu yang merupakan perbatasan Korut dengan China, Beijing mulai khawatir dan menyebutnya "agresi bersenjata terhadap wilayah China."
Mao Zedong lalu mengirim pasukan ke Korut dan memperingatkan AS untuk menjauh dari perbatasan Sungai Yalu, kecuali jika memang ingin perang skala besar.
Baca juga: Kisah Perang: 10 Film yang Jadi Senjata Propaganda, Sudah Nonton?
Hingga Juni 1951 garis depan terpaku pada kawasan yang kini disebut Zona Demiliterisasi tak jauh dari divisi pra-perang sepanjang garis paralel ke-38.
Selama dua tahun konflik AS terus membombardir Korea Utara meski Soviet menyediakan bantuan udara, membuat pertempuran tersebut menemui jalan buntu.
Setelah dua tahun membangun kepercayaan disertai 158 pertemuan, gencatan senjata tercipta pada Juli 1953 dan diteken Korut, China, serta Komando PBB.
Namun Rhee yang masih ingin mengalahkan "saudaranya", menolak untuk membubuhkan tandatangannya di kertas perjanjian.
Baca juga: Kisah Perang: Momotaro, Anime yang Jadi Alat Propaganda Jepang di PD II
Perang Korea relatif singkat tetapi memakan sangat banyak korban jiwa yakni hampir 5 juta orang. Lebih dari setengahnya adalah warga sipil.
Ini merupakan jumlah korban sipil tertinggi daripada Perang Dunia II dan Perang Vietnam.
Di kubu AS sendiri, korban tewasnya mendekati angka 40.000 dan lebih dari 100.000 yang luka-luka.
Perjanjian gencatan senjata seharusnya diakhiri dengan perjanjian damai, tapi sampai sekarang tak kunjung terlaksana.
Diberitakan AFP, Washington masih menempatkan 28.500 serdadunya di Korsel, dan Korut terus mengembangkan senjata nuklir serta rudal jarak jauh untuk membendung invasi AS.
Negara yang kini dipimpin cucu Kim Il Sung, Kim Jong Un, tersebut masih menjadi subyek serangkaian sanksi dari Dewan Keamanan PBB.
Hingga 70 tahun sejak berakhirnya konflik, baik Korut dan Korsel masih mengklaim sebagai penguasa sah dari Semenanjung Korea.
Baca juga: Kisah Perang: Tet Offensive, Hari Kelam Tentara Paman Sam di Vietnam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.