KOMPAS.com - Keberadaan lobster asal Australia yang terancam mati ketika ditahan di bandara China membuat para nelayan ketakutan di tengah memanasnya sengketa dagang antara Beijing dan Canberra.
Puluhan ton lobster yang masih hidup telantar di beberapa bandara dan tempat pengecekan China karena masih menunggu untuk diperiksa oleh petugas bea cukai akhir pekan nanti.
Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan, Pemerintah Australia sedang menggali lebih banyak informasi dari kalangan industri tentang kejadian ini.
Dia memperingatkan bahwa bila China mendiskriminasi produk Australia, tindakan tersebut melanggar aturan perdagangan internasional.
"Semua importir harus dikenai aturan standar yang setara dan tidak boleh ada diskriminasi dalam pengecekan," kata Birmingham.
Baca juga: Australia Berkomitmen Dukung Akses Vaksin Covid-19 ke Asia Tenggara
Menteri Pertanian Australia David Littleproud mengatakan bahwa China memeriksa 50 sampai 100 persen lobster batu Australia karena kekhawatiran adanya unsur metal dalam produk makanan laut tersebut.
Bila penahanan ini terus berlanjut, ia mengatakan, pemerintah akan mengajukan masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Kami adalah negara yang adil, kami mengikuti aturan WTO dan berharap negara yang berhubungan dagang dengan kami juga melakukannya," katanya.
"Kami berharap China mematuhi aturan WTO dan bila tidak, kami harus mempertimbangkan tindakan selanjutnya bersama badan penengah yang independen."
Baca juga: Australia Gencar Diplomasi Vaksin Covid-19, China Ingin Indonesia Jadi Pusat Produksi
Direktur Eksekutif salah satu perusahaan pengirim lobster Australia bernama Southern Rocklobster Limited, Tom Cosentino, mengatakan, pengiriman lobster dari Australia tertahan di pabean karena semakin ketatnya pemeriksaan yang dilakukan China.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan