WELLINGTON, KOMPAS.com - Mayoritas warga Selandia Baru sementara ini setuju melegalkan euthanasia, tapi kemungkinan akan tetap melarang ganja untuk tujuan rekreasi.
Pengumuman itu disampaikan Komisi Pemilihan Selandia Baru pada Jumat (30/10/2020) sebagaimana diwartakan Reuters.
Bulan ini Selandia Baru menggelar voting pada dua referendum, serta pemilu yang kembali dimenangkan Perdana Menteri Jacinda Ardern.
Baca juga: Jacinda Ardern, Pemimpin Wanita yang Menangkan Suara di Tengah Krisis Bencana
Dari hasil sementara ini komisi mengatakan, ada hampir setengah juta suara yang belum dihitung dan sebagian besar berbasis di luar negeri.
Namun suara-suara itu diyakini tidak akan cukup menggeser dukungan pelegalan euthanasia, meski kemungkinan masih bisa meningkatkan peluang soal ganja rekreasi.
Hasil lengkap akan dipublikasikan pada 6 November. Dengan lebih dari 65,2 persen yang mendukung pelegalan euthanasia sejauh ini, Selandia Baru akan menjadi negara ketujuh yang mengizinkan pencabutan nyawa seseorang dengan bantuan.
Baca juga: Selandia Baru Adakan Pemungutan Suara untuk Pelegalan Ganja dan Euthanasia
Euthanasia adalah praktik pencabutan nyawa manusia dengan cara yang tidak menyakitkan, biasanya menggunakan suntikan yang mematikan.
Jika legislasi ini disahkan, maka orang-orang dengan penyakit mematikan yang hanya memiliki harapan hidup enam bulan, dan mereka yang menderita penyakit "mematikan" akan diizinkan untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa negara yang telah melegalkan euthanasia antara lain, Belanda, Luksemburg, Kanada, Belgia, dan Kolombia.
Baca juga: Unik, Maskapai di Selandia Baru Ini Tawarkan Penerbangan Misterius
Jika telah disahkan, UU yang dijadwalkan mulai berlaku pada November 2021 ini mengizinkan pasien dengan harapan hidup kurang dari 6 bulan meminta bantuan bunuh diri.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan